BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bali memilki
sejuta budaya, di
masing-masing Daerah yang ada di Bali. Dan karena itulah Bali menjadi pusat
tujuan wisata internasional. Dan dengan perkembangan kepariwisataan di Bali
akan mempengaruhi budaya Bali. Pada
zaman modern ini banyak orang yang mulai meninggalkan budaya Bali. Contonya
para orang tua lebih banyak mengajarkan anaknya menggunakan bahasa Indonesia tidak lagi menggunakan Bahasa Daerah Bali.
Kalau semua orang tua seperti itu maka lambat laun bahasa Bali akan hilang, karena kita
saja sebagai orang Bali tidak mau melestarikan budaya Bali, dan siapa lagi yang
kita suruh untuk melestarikannya kalau bukan kita semua. Untuk itulah kita sebagai orang
Bali setidaknnya untuk belajar tentang Kesusastraan Bali. Karena Kesusastraan Bali sangat banyak dan luas.
Contonya lagu-lagu dari anak-anak sampai orang tua berbeda-beda jenis
nyanyiannya. Dan pada saat mengiringi upacara keagamaan juga berbeda-beda. Itu
semua merupakan Budaya Bali yang perlu kita lestarikan.
Zaman sekarang ini semuanya serba canggih dan
merosotnya moralitas. Pengetahuan
dan Pendidikan adalah teman yang sejati atau teman yang pada zaman
sekarang ini untuk menghidari dampak negatif dari IPTEK. Maka dari itu dalam makalah
kami ini mengambil tema Pendidikan,
karena merosotnya moral kita sebagai
manusia.
Karena dengan memilki pengetahuan yang baik kita akan dapat mengikuti
perkembangan IPTEK dengan baik, bukan sebaliknya kita di perbudak oleh IPTEK tersebut. Dan
dengan mendapatkan pendidikan kita akan mengatahui mana perbuatan yang baik dan
yang salah. Dan dengan melalui pendidikan kita bangkitkan semangat untuk
melestarikan
Budaya Bali khususnya kesusastraan Bali. Dan
untuk
menghargai para Kawia
yang cendikiawan zaman dulu yang sudah banyak membuat karya-karya sastra yang
bagus dan terkenal. Sudah menjadi
kewajiban kita
untuk melestarikan
warisan para Kawia itu, dengan
mempelajari dan menerapkan
dalam kehidupan sehari – hari.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana
pengertian,tujuan mempelajari
dan pembagian Kesusatraan
Bali ?
1.2.2 Bagaimana mengapresiasikan karya sastra dan
mencari unsur-unsur instrinsiknya?
1.2.3 Bagaimana contoh tembang dan gancaran beserta dengan
unsur-unsur instrinsiknya ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Ingin mengetahui pengertian, tujuan mempelajari dan pembagian
kesusatraan Bali.
1.3.2 Ingin
mengetahui cara mengapresiasikan karya sastra dan mencari unsur-unsur
instrinsiknya.
1.3.3 Ingin mengetahui contoh tembang dan gancaran beserta dengan
unsur-unsur instrinsiknya.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian,
Tujuan Mempelajari,
dan Pembagian Susastra Bali
2.1.1 Pengertian
Kesusastraan Bali
Kesusastraan
Bali adalah karya tulis yang berisi ungkapan dari pikiran, kepandaian, serta
menggunakan gaya bahasa yang bagus, yang keluar dari pikiran yang berbudi
luhur. Dan ditulis memakai Bahasa Bali, serta boleh ditulis dalam tulisan Bali
atau latin.
2.1.2 Tujuan
Mempelajari
Kesusastraan Bali
Kesusastraan
Bali harus tetap lestari agar generasi muda dapat mewarisinya. Adapun tujuan
kita mempelajari kesusastraan Bali diantaranya adalah sebagai berikut:
a.
Untuk
meresap, dan mengerti tentang Sastra Bali yang diungkapkan.
b.
Pelajaran
agar kita mempunyai konsep budaya daerah.
c.
Mencari
gambaran tentang masyarakat dan budaya Bali.
d.
Dasar
membangun jati diri bangsa
e.
Guna
meneruskan budaya Bali
f.
Menghargai
semua karya sastra yang dibuat oleh semua sastrawan Bali
g.
Sebagai
untuk menghibur diri.
2.1.3 Pembagaian
Kesusastraan Bali
2.1.3.1 Menurut Bentuk / Rupa
A. Sastra
Tembang (Gending / sekar)
a) Pengertian
Tembang
Tembang adalah karya sastra mengguakan
Bahasa Bali, Tulisan Bali atau Latin.
Dan dalam
pembuatannya menuruti aturan-aturan tembang yang berupa bait. Seperti aturan -
aturan banyak baris, banyak suku kata pada baris dan aturan suara. Tembang
adalah salah satu cabang kesenian daerah Bali yang termasuk seni vocal
tradisional sebagai pencetusan estetika melalui rangkaian nada-nada yang
berlaraskan pelog / peluselendra baik yang dibawakan dengan suara maupun
instrumentalia (alat musik).
b) Fungsi
Tembang
Tembang memiliki berbagai fungsi diantaranya :
1.
Sebagai
hiburan Manusia
2.
Sebagai
sarana untuk mengiringi upacara keagamaan / upacara Yadnya
3.
Sebagai
sarana utuk melestarikan budaya
4.
Sebagai
sarana untuk menyampaikan nasehat.
c) Pembagian
Tembang
Mengenai pembagian tembang para
sastrawan pada saat munculnya tembang mempunyai pendapat yang berbeda-beda
sesuai dengan pandangan dan pendapatnya masing-masing. Dalam hal ini kita
mengambil salah satu pendapat dari bapak I Ketut Sukrata, beliau membagi
tembang menjadi 4 bagian yaitu :
1) Sekar
Rare
Sekar Rare adalah nyanyian atau lagu-lagu
yang juga disebut gegendingan. Biasa dinyanyikan oleh anak-anak, dipakai
mengiringi gambelen menggunakan bahasa daerah, memakai sajak bebas, isinya
sebuah cerita samapi selesai, setiap lagu punya nama tersendiri dan didalamnya
selalu diselipkan ajaran- ajaran susila.
2) Sekar Alit
Sekar Alit adalah nyanyian atau
lagu-lagu yang juga disebut geguritan berupa pupuh (macapat) yang susunannya
terikat pada banyak baris pada setiap pupuh, banyak suku kata pada setiap
baris, labuh suara (lingsa) kata terakhir setiap baris dan berisi ajaran-ajaran
agama. Pupuh (tembang) itu dapat dibedakan antara lain :
a.
Sinom f. Ginanti
b. Semarandhana g. Durma
c. Pucung h. Dandang Gula
b. Semarandhana g. Durma
c. Pucung h. Dandang Gula
d.
Pungkur i. Maskumambang
e. Ginada j. Mijil
e. Ginada j. Mijil
3) Sekar
Madya
Sekar Madya adalah nyanyian atau
lagu-lagu yang berisikan puji-pujian terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Yang
termasuk Sekar Madya adalah kidung. Kidung adalah nyanyian suci yang dilagukan
pada waktu upacara keagamaan. Kidung biasanya dilagukan bersama-sama. Sayair
kidung merupakan susunan kata-kata dan kalimat yang indah. Syair itu
dilantunkan dengan lagu yang merdu dan suara yang baik sehingga menampilkan
karya seni yang bermutu. Nyanyian suci yang hikmat dapat menghantarkan fikiran
dan hati kita sujud bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi. Kidung biasaya
dilantunkan pada upacara keagamaan yaitu Panca Yadnya. Masing-masing upacara
Yadnya memiliki jenis kidung yang berbeda-beda. Kidung juaga dapat dibedakan
menjadi 5 macam seperti berikut ini.
a.
Kidung
Dewa Yadnya adalah kidung yang dipakai mengiringi upacara Dewa Yadnya.
b.
Kidung
Bhuta Yadnya adalah kidung yang dipakai mengiringi upacara Bhuta yadnya.
c.
Kidung
Manusa Yadnya adalah kidung yang dipakai mengiringi upacara Manusa Yadnya.
d.
Kidung
Pitra Yadnya adalah kidung yang dipakai mengiringi upacara Pitra Yadnya
e.
Kidung
Rsi Yadnya dalah kidung yang dipakai untuk mengiringi upacara Rsi Yadnya.
4) Sekar
Agung
Sekar agung adalah nyanyian atau
lagu-lagu atau tembang yang terkait pada susku kata dalam setiap baris (wrtta),
letak guru lagu atau (matra) dan purwa kanti, tembangnya bebas asal enak
didengar dan tidak meninggalkan guru lagu, berisi ajaran agama. Yang termasuk Sekar Agung adalah :
a.
Palawakya
seperti membaca skola-sloka Sarasamuscaya.
b.
Kekewin
seperti : Kekawin ramayana, Kekawin Arjuna Wiwaha, dll.
B. Sastra Gancaran
Gancaran adalah karya sastra yang
menggunakan Bahasa Bali yang ditulis tidak mengikuti aturan-aturan dalam tembang. Gancaran Bali
purwa dibagi menjadi 6 diantaranya :
1)
Cerita
(Dongeng)
2)
Cerita
Badbad (Hikayat)
3)
Cerita
Wiracarita (Epos)
4)
Cerita
Dewa-Dewa (Mitos)
5)
Cerita
Tempat (Legenda)
6)
Palawakya
(Prosalisasi)
2.1.3.2 Menurut Jaman
a. Sastra
Bali Purwa (klasik,kuna)
Kesusastraan Bali Purwa, ialah kesusastraan
yang telah diwarisi sejak jaman lampau dan lekat sekali kaitannya dengan
Pustaka Suci Agama Hindu, misalnya : Buku-buku Weda, yang telah menjelma
menjadi kesusastraan Nusantara Kuna diantaranya Kesusastraan Bali Purwa.
Selanjutnya Kesusastraan Bali Purwa itu kalau dilihat dari bentuk dapat dibagi
menjadi tiga bagian sebagai tersebut dimuka, yaitu : tembang, gancaran dan
palawakya.
b. Sastra
Bali Anyar (Moderen)
Kesusastraan Bali Anyar, ialah
Kesusastraan Bali yang telah mendapat pengaruh dari Kesusastraan Nasional yaitu
kesusastraan Indonesia. Kesusastraan
Bali Anyar dapat dibedakan berupa :
a)
Satua Bawak (Cerpen)
b) Satua
Dawa (Novel)
c)
Puisi
Bali Anyar
d)
Lelampahan
(Drama)
2.1.3.3 Kesustraan Bali Menurut Cara Menuturkan
a. Sastra
Gantian
Sastra gantian ini pada umumnya anonim
dan cara penyampaiannya merupakan bahasa lisan secara turun temurun. Bentuknya
ada yang merupakan tembang ada yang berupa gancaran.
b. Sastra
Sesuratan
Sastra sesuratan ini timbul setelah
orang-orang Bali mengenal huruf, baik huruf Bali maupun huruf latin. Bentuknya
ada berupa tembang, gancaran dan palwakya. Selanjutnya setelah mendapat
pengaruh dari kesusastraan Indonesia munculah kesusastraan Bali Modern.
2.1.3.4
Menurut Bahasa Yang Dipakai Mengarang
a. Sastra Bali Berbahasa Jawa Kuno
Contohnya
: Kekawin Ramayana, Arjuna Wiwaha, Krsnayana, Gatotkaca Sraya, Arjuna Wijaya,
Krsna Duta.
b. Sastra Bali Berbahasa Sansekerta
Yang berkaitan dengan mantram-mantram
c. Sastra Bali Berbahasa Bali Aga
Aga yang artinya gunung, mula. Jadi sastra bali berbahasa
Bali Aga adalah karya sastra yang menggunakan bahasa yang sudah ada, bahasa
bali Aga ini dipakai oleh masyarakat di desa Pedawa, Sidatapa dan Trunyan.
d. Sastra Bali Berbahasa Bali Kuno
Yaitu karya sastra yang menggunakan Bahasa Bali Kuno yang
biasanya dipakai untuk menulis prasasti. Dan dibagi ke dalam 3 zaman yaitu:
zaman Prabhu Warmadewa, zaman Dalem Samprangan, dan zaman Dalem Malinggih ring
Puri Sueca Pura (Gelgel). Contohnya Kidung Warga Sari.
e. Sastra Bali Berbahasa Bali Tengahan
Yaitu karya sastra yang berisi kosa bahasa Bali Tengahan.
Sekitar tahun 1700 sampai 1915. Arjuna Pralabda.
f. Sastra Bali Berbahasa Bali Anyar
Sastra Bali Anyar ini yaitu pada zaman sekarang. Yang
berisi sor singgih Bahasa dan sastra-sastra yang berisi unsur sastra Indonesia,
yang diterbitkan setelah kemerdekaan RI.
2.2
Mengapresiasi Karya Sastra Dan Unsur-Unsur Instrisik
2.2.1 Apresiasi sastra
Kata
“apresiasi” berasal dari bhs Inggris “appreciation” yang berarti kemampuan
mengungkapkan perasaan. Apresiasi sastra
artinya berankan bagaimana perasaan itu muncul dan bagaimana perasaan itu berkembang
dalam pengungkapan bentuk karya sastra
Bali mendramatisasikan, serta radisional/ sastra Bali modern. Bagaimana perasaan
senang, tergugah, terharu itu muncul ketika menyaksikan ada orang membacakan
puisi, mendeklamasikan, serta
menghayatinya dan kemudian melakukan sebuah kegiatan beserta, baik menulis atau
menciptakan karya puisi baru atau menyalin, menterjemahkan isinya, kemudian
ingin mengunjungi acara-acara beserta lainnya. Munculnya prasaan Apresiasi disebabkan oleh :
1)
Ada kenginan untuk berapresiasi.
2)
Merasa senang.
3)
Menghargai cipataan.
4)
Tertarik atau tergugah.
5)
Ada keinginan untuk membaca, deklamasi,
main drama.
6)
Mendiskusikan sastra.
7)
Keinginan membeli sastra.
8)
Keinginan menulis (mengarang).
9)
Pergi keperpustakaan.
10)
Melakukan kegiatan apriesiatip.
Pelaksanaan
apresiasi sastra.
1)
Mendengar (menyimak).
2)
Berbicara (diskusi, seminar, bedah
buku).
3)
Membaca, deklamasi.
4)
Menulis, mengarang, mencipta, analisis,
kritik sastra, telaah puisi atau analisis atau bedah sastra.
Pengaruh – mempengaruhi dalam puisi Bali
moderen
Pengarang-pengarang
sastra Bali modern, kususnya bentuk puisi Bali modern, pada mula nya adalah para pengarang yang awalnya menulis hasil-hasil karya dalam bahasa Indonesia.
Artinya pengalaman yang yang di peroleh dari
kehidupan cipta sastra Indonesia
dialihkan ke lingkungan sastra Bali modern, mengenai cara penciptaannya, corak,
bentuk, ide, gaya, pengaruh, sikap hidup pengarang, kondisi bacaan dan ciptaan,
serta situasi dan yang lain
hal itu tiada lain, karena
terdapat persamaan antara pengadaan sastra
Indonesia akan sama peroses penciptaannya dengan karya sastra Bali modern.
Keberadaan sastra Bali modern, kususnya
bentuk puisi Bali modern, tiada lepas dari pengaruh- pengaruh yang di miliki
seorang yang pernah menulis sastra Indonesia oleh karna itu, tidak mungkin
penyair Bali akan mampu langsung menulis puisi Bali modern tanpa sebelumnya
pernah melihat, membaca (menulis puisi-puisi dalam bahasa indonesia).
2.2.2 Unsur-Unsur Intrinsik
Secara umum, unsur-unsur intrinsik dalam sebuah karya
sastra adalah sama. Namun biasanya di dalam pembuatan puisi maupun cerpen atau
satua ada beberapa perbedaan. Di bawah ini adalah unsur-unsur yang membentuk
puisi diantaranya :
1)
Judul.
Penulisan judul puisi
Bali moderen menggunakan keseluruhan isi puisi dan dapat di tulis berupa sebuah
nama benda (mati/hidup), lokasi (tempat
) manusia, binatang, tanaman, keadaan,
kerangan peristiwa, konsep, disebut judul menentukan isi sebuah puisi secara
keseluruhan (Antara, 2010
: 25).
Bait dan Baris kalimat (Enjabemen)
Satu
bait puisi dapat terdiri dari beberapa baris kalimat, setiap baris kalimat ini
dapat di potong menjadi beberapa baris sesuai selera penyair (enjambeman) dan kesatuan sintaksisnya disebut ‘korespondensi’ (Antara, 2010: 29).
2)
Amanat (isi pesan) yang tersirat.
Untuk memahami isi
oesan sebuah puisi , membaca harus melihat
tipografi
puisi yang di bacanya. Oleh karena, bentuk puisi dan penggunaan sangat
berpengaruh. Puisi Bali modern yang mudah di pahami, tema, amanat, dan maksudnya karena menggunakan bahasa yang sederhana (Antara, 2010
: 30).
3)
Tema dan Topik Puisi.
Biasanya puisi Bali
modern itu diklasifikasikan tamanya menjadi , 8 macam tema.
a)
Heroisme (pahlawan), Kebangsaan nasionalisme.
b)
Agama atau adat.
c)
Kultural (budaya)
d) Sosial
( masyarakat )
e)
Pengajaran / pendidilkan.
f)
Keindahan.
g)
Politik.
h) Protes.
(Antara, 2010 : 31)
4) Sajak (Rima)
Adalah syarat utama
yang harus ada dalam puisi sebagai permainan bunyi /- ang/ -dang/- pak/, dan /-
ong / , untuk menumbuhkan keindahan
(estetika ) dalam penbaca puisi (Antara,2010
: 33)
5) Perasaan
(Emosional)
Rasa atau persaan si
penyair pada waktu menciptakan karya puisinya di dasari oleh apa yang terjadi
pada dirinya pada saat itu.
Tujuannya agar perasaan dan pikiran yang tersirat dalam benaknya tersurat
dengan tepat dan menyentuh pembaca puisinya
(Antara, 2010
: 34).
6) Diksi ( pemilihan kosa kata )
Adalah kata-kata yang
di pilih dalam sebuah puisi. Diksi berhubungan dengan unsur perasaan, pemilihan
kata-kata dalam sebuah puisi dapat di susun dan penggunaan bahasa sehari-hari
juga dengan kosa kata Bali yang halus sekali (Antara, 2010 : 35).
7) Gaya Bahasa
Setiap karya puisi
sudah tentu akan selalu ada penggunaan gaya bahasa atau diistilahkan
“Stylistice” dalam bahasa Inggris, alamkawasastra dalam bahasa Sansekera atau pembahasan dalam bahasa Bali. Penggunaan
gaya bahasa merupakan salah satu ciri berkesian.
Seni itu harus indah (estetis, stilistik) melalui penggunaan bahasa yang
bermakna dan tidak sebenarnya/konototif
(kiasan, ungkapan, majas). Gaya
Bahasa penyair sering menggunakan perbandingan
(simile), metafora , persenifikan
(Jenis gaya bahasa peribahasa). (Antara,
2010 : 36)
8) Tipografi
Adalah bangun atau
teknik membentuk susunan sebab puisi Bali modern ada yang disusun sederhana dan
umum sekali, tetapi ada juga yang semuanya terdiri dari huruf kecil dan ada yang aneh dan sering
di sebut Mbeling (Puisi aneh, nyeleneh), puisi Rupa, puisi Gelap, puisi Cair, puisi Progis. (Antara,2010 : 37).
Diatas merupakan unsur-unsur Intrinsik
dalam pembentukan puisi. Tema dan amanat juga dapat membentuk gancaran. Di
bawah ini merupakan unsur-unsur Intrinsik didalam pembuatan gancaran selain
Tema dan Amanat diantaranya:
1) Latar atau
Setting
Merupakan tempat atau waktu terjadinya
peristiwa atau cerita.
2) Alur atau
Plot
Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang membangun
sebuah cerita. Alur merupakan kerangka cerita. Pada umumnya alur terdiri dari
beberapa tahap diantaranya:
Tahap
pengenalan: menguraikan latar cerita / penokohan.
Tahap
penampilan masalah / konflik
Tahap ini menceritakan persoalan yang
dihadapi pelaku cerita. Dalam tahapan ini akan terjadi konflik anatara pelaku.
Tahap
Konflik / Klimaks
Tahap ini menceritakan konflik yang dihadpi pelaku
semakin meningkat.
Tahap
Puncak Ketegangan / Klimaks
Tahapan ini menggambarkan ketegangan masalah dalam cerita
atau masalah itu telah mencapai klimaks/puncak.
Tahap
Ketegangan Menurun
Tahapan ini menceritakan yang telah berangsur-angsur
dapat diatasi, dan kekhawatiran mulai hilang.
Tahap
Penyelesaian
Tahapan ini menceritakan masalah tersebut sudah dapat
diatasi. Pengarang memberikan pemecahan dari semua peristiwa.
3) Penokohan
Penokohan adalah pelukisan mengenal pelaku atau
tokoh-tokoh dalam cerita baik keadaan lahirnya maupun keadaan bathinnya. Apa
yang harus dilakukan pelaku, apa yang dikatakan pelaku, bagaimana sikap pelaku
dalam menghadapi persoalan, dan bagaimana penilan pelaku lain terhadap dirinya.
4) Sudut
Pandang Pengarang
Merupakan kedudukan pencerita dalam
membawakan cerita atau kisah. Sudut pandang orang pertama memakai istilah aku. Sudut pandang salah seorang
tokohnya dia. Sudut pandang pengarang
sebagai pencerita. Pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi seolah-olah
pengarang melihat. Sudut pandang serba tahu pengarang seolah-olah tahu
segalanya.
2.3 Contoh Tembang dan Gancaran Beserta Dengan
Unsur-Unsur Instrinsiknya
Dalam pembuatan makalah ini,
penulis sepakat untuk mengambil beberapa contoh tembang dan gancaran serta
bagaimana mengapresiasi atau menganalisis dan untuk puisi dan gancaran kami
juga mencari unsur-unsur intrinsik yang terkandung didalamnya. Adapun contoh
tembang dan gancaran tersebut adalah sebagai berikut:
2.3.1 Sekar
Rare
Seperti yang sudah dijelaskan
diatas bahwa sekar rare adalah tembang atau nyanyian untuk anak-anak. Dimana
nuansa pendidikan sangat penting untuk ditanamkan sejak usia dini. Untuk lebih
mempemudah mengajar anak-anak salah satunya adalah dengan menyanyikan tembang.
Adapun salah satu tembang sekar rare yang masih bernuansa pendidikan adalah
tembang dibawah ini.
Kaki-kaki de nguda mabok,
Di beten cunguhe ken dijagute,
Neked dipipine bek misi ebok,
Buin putih buka kapase.
Apresiasi sekar rare diatas adalah sebagai berikut:
Kaki
adalah sebutan bagi orang yang sudah tua. Dimana orang yang sudah tua harus
kita hormati, dengan alasan orang yang lebih tua dari kita tentunya sudah
memiliki pengalaman yang lebih dari yang kita miliki. Namun dalam lagu ini kata
kaki lebih dititik beratkan pada
orang yang telah menguasai ilmu pengetahuan. Dimana dengan ilmu pengetahuan,
manusia akan mampu meningkatkan kwalitas jasmani maupun rohaninya sehingga
menjadi manusia yang patut dihormati.
De
nguda mabok artinya janganlah berambut. Rambut/bok disini dimaksudkan
sebuah kekotoran. Artinya orang yang sudah memiliki pengetahuan sudah
seharusnya mampu mengurangi sifat-sifat yang kurang baik. Karena orang yang
berpengetahuan dan memiliki intelektual sudah pasti mampu untuk membedakan baik
dan buruk.
Di
beten cunguhe ken di jagute artinya dibawah hidung dan di dagu. Kalau
dianalisis diantara dagu dan dibawah hidung adalah mulut. Makna yang terkandung
adalah menjaga kebersihan perkataan yang tentunya melalui mulut. Seperti
pepatah mengatakan bahwa lidah tidak
bertulang. Ucapan itu lebih tajam daripada pisau, apabila tidak
dikendalikan akan berakibat fatal. Dalam kekawin Nitisastra disebutkan bahwa:
Wasita
nimitanta manemu laksmi
Wasita
nimitanta manemu pati kapangguh
Wasita
nimitanta manemu duka
Wasita
nimitanta manemu mitra
Terjemahan:
Karena
perkataan yang menyebabkan orang selamat
Karena
perkataan menyebabkan kematian
Karena
perkataan menyebabkan kesengsaraan
Karena
perkataan kita juga bisa mendapatkan teman (Surada, 2006:177)
Seperti
itulah kekuatan ucapan. Bila tidak mampu membawa perkataan dengan baik, pasti
akan menemukan malapetaka. Seperti yang sudah disebutkan diatas, lidah itu
tidak ubahnya seperti pisau yang tajam. Bila pisau tersebut dibawa oleh
perampok atau pembunuh, maka kematian yang dihasilkan, tetapi bila pisau
tersebut dibawa oleh seorang koki, maka akan menghasilkan masakan yang lezat
yang mampu membuat orang lain senang.
Neked
dipipine bek misi ebok artinya sampai ke pipi ditumbuhi oleh rambut. Bila
rambut-rambut itu menumbuhi wajah, tentu saja akan terlihat kurang rapi.
Maknanya adalah jika manusia yang selalu diliputi oleh sifat-sifat adharma,
mukanya akan terlihat kusam.
Buin
putih buka kapase artinya putih bagaikan kapas. Putih adalah warna yang
melambangkan kesucian, artinya ketika sebagai manusia sudah mampu menjaga
kebersihan diri dan hatinya dengan ilmu pengetahuan, maka dia akan menjadi
manusia yang suci dan mulia.
2.3.2 Sekar Alit (Pupuh)
Untuk Sekar Alit (Pupuh) kami
sepakat untuk membuat Pupuh Ginada yang
bertema pendidikan, seperti disebutkan dibawah ini:
Swadharmane dados sisya
Malajahang raga sai
Pitutur guru pirengang
Solah dharma ne kagugu
Setata metingkah melah
Apang pasti
Dados sisya mautama
Teges ipun:
Ingih
kaceritayang titiyang ne mangkin, indik perikrama dados sisya.
Sumngdana
setata melajahang awak sai-sai.
Liana
ring punika, patut pisan mirengang bebaos
utawi pawuruh sang maha guru.
Sane
anggon gagisain ten je wenten tios wantah solah sane dharma.
Lianan malih, mangda setata melaksana becik
tur rahayu.
Mangda
sumeken dados sisya sane pinih utama.
Terjemahan:
Kewajiban
seorang siswa
Agar
selalu tekun belajar
Harus
mendengarkan nasehat dari seorang guru
Prilaku
yang baik harus selalu menjadi pedoman
Selalu
berbuat yang baik
Agar
pasti
Menjadi siswa
yang utama/baik
Adapun unsur-unsur instrinsik yang terkandung dalam pupuh
ginada diatas adalah sebagai berikut:
Tema
: Pendidikan
Alur
: Menceritaskan tentang
kewajiban-kewajjiban yang harus
dilaksanakan oleh seorang siswa, selalu berbuat baik agar menjadi sisiwa
teladan.
Penokohan : Pelaku menguraikan tentang
kewajiban-kewajiban seorang tentang siswa
Sudut
pandang : Pengarang sebagai pencerita
Amanat :
Kewajiban seorang siswa harus selalu belajar, menghormaati dan mendengarkan
nasehat guru terutama guru
rupaka dan
guru pengajian. Dan selalu berbuat yang baik agar menjadi siswa teladan.
2.3.3 Sekar Madya (Kidung)
Dalam
pembuatan makalah ini, kami juga mengambil contoh sekar madya (kidung) yang
kami apresiasikan dan kami kaitkan dalam dunia pendidikan, adalah sebagai
berikut:
MEGATRUH
Atur titiang, para sisya lintang
jugul
Panembahing maring widhi
Tanpa mantra tanpa jugul
Bhakti antuk manah eling
Eling maring raga belog
Artinya:
Lihatlah
sembah bhakti kami. Kami adalah para siswa yang sangat lugu. Sembah bhakti ini
kami persembahkan untuk Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sembah bhakti kami, kami
persembahkan tanpa pengetahuan mantra dan juga tanpa persembahan makanan.
Sembah bhakti ini diperesmbahkan dari pikiran yang selalu sadar akan
keberadaan-Mu dan sadar akan kebodohan diri kami.
Sekar madya/ kidung (megatruh) diatas,
dapat kami apresiasikan bahwa sebagai seorang manusia harus menyadari kemampuan
diri kita yang tiada berarti dihadapan Tuhan sebagai pencipta alam semesta
beserta segala isinya. Dengan sembah sujud bhakti kepada Tuhan/Ida Sang Hyang
Widhi dan meyakini bahwa Tuhan akan memberikan anugrah kepada umat salah
satunya yaitu ilmu pengetahuan.
2.3.4 Puisi
Bali Anyar
Puisi masih termasuk dalam kategori tembang. Namun kami
mengambil contoh puisi Bali Anyar yang bertema pendidikan seperti dibawah ini:
Jendela Kayun
Iriki ring sor jendelane,
Tiang melengok ngaksinin sang surya
sane mengingsir ka bucun galah,
Umbarane barak nyanggra sandikala
sane rauh magpangin wengi,
Nutdutin manah sane katepesin rasa
kangen,
Kangen teken munyine rerama, kangen
teken embahan pitresnan rerama,
Ejoh didi tiang manongos, ngisinin raga antuk widya,
Mangda maguna, dados sudih ring
keluarga,
Yadiastun sunarnyane reramane
nanging setata ngangenin,
Ngukir kenyem bangga ring
cangkem reramane,
Suryane engseb ninggalin lawat I
punyan waru,
Sang Hyang Bayu budal tan ngesirin
kampid I paksi malih,
Jendelane kasineb, I paksi maparama
santi,
Adapun ulasan dari puisi diatas adalah sebagai berikut:
Bahwa dalam puisi diatas menceritakan seorang anak yang
tinggal jauh dari orang tua untuk
menuntut ilmu pengetahuan. Dikala senja sang surya akan tenggelam
dengan sinarnya yang kemerah-merahan, dia termenung di bawah jendela melihat
sang surya, yang membangunkan rasa
rindunya pada suara dan kasih sayang orang tuanya. Dan dia ingin agar mampu
menjadi sinar di tengah-tengah keluarganya. Walau sinarnya redup tetapi
memberikan kehangatan dengan ilmu pengetahuan yang dia miliki akan membuat
orang tuanya bangga. Sang Surya telah tenggelam meninggalkan banyangan
pepohonan begitu juga dengan Sang Hyang Bayu tidak mendesir pada sayap burung.
Jendela ditutup.
Unsur-unsur instrinsik dari puisi diatas adalah
sebagai berikut
Judul
: Jendela Kayun
Latar
: Ditempat Kos Sore Hari
Penokohan
: Seorang anak yang bersedih
Amanat :
Jangan menyia-nyia kepercayaan yang telah diberikan oleh orang tua untuk
bisa merantau. Meski jauh dari orang tua namun ilmu pengetahuan harus digapai dan
diraih. Agar mampu membuat orang tua bangga dan dengan pengetahuan yang
dimiliki harus mampu menjadi anak yang suputra dalam keluaraga.
Tema
puis : Pendidikan
Sajak
: Bebas
Prasaan : Prasaan sediah dan kerinduan terhadap
keluarga
Gaya
bahasa : Bahasa Bali
Tipografi :
Sederhana
2.3.5 Satua
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, satua adalah
termasuk jenis gancaran. Contoh satua yang kami gunakan dalam pembuatan makalah
ini jenis satua dongeng (binatang). Adapun ceritanya adalah sebagai berikut
I
CICING GUDIG
Kacrita ada tutur-tuturan satua I
Cicing Gudig. I Cicing Gudig, buka adanne berag tegres tur keskes gudig. Asing
solahanga, yadiastun tuah mlispisin sisan-sisan nasi di tekore, ada dogen kone
anak ngesekang wiadin pet lacuran nasibene kanti ia kena lantig. Ento ke
makrana sai-sai kone ia maselselan, nyelselang buat kalacurane tumbuh dadi
cicing makejang anake tuara ngiyengin. Di kenkene nujang I buyung mataluh di
tatunne, bengu malekag kone ambunne I Cicing Gudig. Yan suba kaeto, asing anake
impasina makejang nekep cunguh krana tusing nyidaang ngadek bonne.
Sedek dina anu, I Cicing Gudig
mlispisin di pekene. Ada kone anak sedeng madaar di dagang nasine, ento lantas
nengnenga menek tuun kanti telah baana nolih tur metek ukudan anake ane sedeng
madaar ento. Sambilanga bengong dadi pesu kenehne I Cicing Gudig ane boya-boya,
“Yan pet pade i dewek dadi manusa buka anake tenenan, kenken ya legan kenehe
ngamah, mabe soroh ane melah-melah. Ngamah masi di tongose ane bersih tur
matatakan tekor. Yan dewek begbeg ngantosang ngalih sisan-sisane dogen. Ah, do
ento sebetange kene baan melaksana, nyanan petenge lakar mabakti ka Pura Dalem
mapinunas teken Betari Durga pang dadi manusa”. Keto pangaptinne I Cicing Gudig
sambilanga nlektekang anake ane sedek madaar kanti ngetel kone paesne ka
tanahe.
Gelisang crita, suba peteng, mabakti
kone lantas I Cicing Gudig di Pura Dalem. Dadi medal laut Ida Betari Durga tur
ngandika teken I Cicing Gudig, “Ih, iba Cicing Gudig, dadi iba ngacep Manira,
apa lakar tunasang Cai tekening Manira?” Mara keto pangandikan Ida Betari Durga
lantas I Cicing Gudig matur: “Inggh nawegang titiang ping banget ring bukpadan
ratu Betari sesuhunan titiang, ampurayang padewekan titiang duaning ageng
pinunas titiang ring Cokor I Ratu. Mungguing pinunas titiang, yening paduka
Betari ledang, titiang mapinunas mangda prasida titiang dados manusa!”
Olih:
W. Suardina
Unsur-unsur
intrinsik Satua I Cicing Gudig
Tema : Pendidikan
Plot
atau alur : Alur
ceritanya adalah alur maju
Penokohan : I
Cicing Gudig sebagai pelaku utama, dia tidak mudah putus asa dan sabar.
Latar
atau setting : di pasar dan di Pura Dalem
Sudut
Pandang : orang ke-tiga
Gaya
Bahasa : Bahasa Bali Kepara
Amanat : Amanat atau pesan yang terkandung dalam satua diatas adalah pesan
pendidikan kehidupan yang sangat berharga, dimana walau bagaimanapun buruknya
kehidupannya saat ini, ia menyadari itulah karma yang harus ia terima di
kehidupan sekarang. Walau sempat putus asa dan berandai-andai menyesali semua
keadaan akan miskin dan buruknya kehidupan yang ia terima, tetapi ia tetap
tegar dan berusaha untuk bisa bertahan hidup. Biar bagaimanapun ia disakiti,
dihina dan dicaci maki oleh semua orang, dia meyakini bahwa dengan tetap sabar
dan selalu mendekatkan diri pada Tuhan, maka ia akan mendapatkan keadilan dan kebesaran Tuhan/Sang Hyang
Widhi bahwa dimasa yang akan datang ia akan mendapatkan kehidupan yang lebih
baik dari pada saat ini.
2.3.6 Cerpen
Cerpen juga termasuk jenis gancaran atau bisa juga
disebut dengan satua bawak. Berikut adalah contoh cerpen yang masih bertema
pendidikan.
GURU
GUYU
Uli pidan I Wayan Sugih Artha Lacur
Braya ngaku dot dadi guru. Pang kuda kaden ia milu test pegawe negeri, pang
monto ia sing lulus. “Ma nak belog cara ci ee kanti nyidang dadi guru, man
kenken ya padadinne murid-murid”, keto I Nyoman Blek Tukang Walwk nyacadin.
Prajani barak biing muanne I Wayan. Ia tersinggung sajan-sajan tersinggung. Das
sajan botol arake anggona nimpungin I Nyoman. Mirib man sing sekaa tuak ane
lenan nambakin, sinah suba bocor tenggekne I Nyomanb, sinah suba maganti
adanne. Dadi I Nyoman red pesu getih. “Man cang orahang ci belog, ci kenken?,
man ci mrasa dueg mai mapadu, pang karuan, krama sekaa tuake dadi juri”, keto
abetne I Wayan sambilanga muding I Nyoman nganggo lima tengebot. Lima
tengawanne suba magemelan, siap kal nyagur.
I Nyoman Blek Tukang walek nguntul,
ngobanne barak biing. Miriba ya nyesel mesuang munyi muka keto. Ia sing madaya,
ulian walekanne kal ngranang I Wayan Sugih Artha Lacur Braya pedih. Jani krama
sekaa tuake sing ada ane bani pesu munyi, takut I Wayan ngancan pedih.
Konyangan iteh nuruang tuak, sambilanga nyaru-nyaru matoog. “Sajan Ci sing
nawang labak tegeh, amonto uli pidan suba matimpal. Nak sing dadi ngwalek ane
pesajanne. Mlajah buin ngae walek-walekan pang misi masih ngajum. Yan suba misi
ngajum, sinah walekanne sing bes dingehanga, ajum-ajumne dogen ane masukanga ka
ati”, I Made Dabdab Kereng Gradab-Gradam mamunyi kisi-kisi di kupingne I Nyoman
Blek Tukang Walek.
Ada dasa menit, sepi jampi sekan
tuake. Sing ada ane bani ngamaluin mamunyi. Konyangan ngaku-ngaku prihatin ke
nasibne I Wayan Sugih Harta Lacur Braya. “Cang sing nyidaang dadi guru, jani
pianak cangge orain cang nyobak milu test calon Guru. Mara kal test ada anak
mulih ngaku-ngaku anak ane nyidang ngalulusang. Kone man dot lulus, man sarjana
patut mayah satus selai juga. Man sing ngelah pis amonto, lima juta dogen kone
bayah malu. Man suba seken lulus, tuur suba maan SK, SK-ne ngadiang di bank,
silihang satus duang dasa, mara gajihe anggon nyilcil. Peh jeg aluh sajan anake
ento mamunyi, kewala pengeng baana icang ningehang”, keto i Wayan sambilanga
mecik pelengan.
Krama sekaa tuake milu mecik pelengan.
Konyangan mautsaha ngenehang unduk ane orange teken I Wayan. Pamuputne
konyangan kitak-kituk ngaku sing kresep. “Maksudne kenken?” man dadi guru,
patut mautang malu, man keto sing guru guyu ya adane, memeh bandingan ke dadi
guru mautang, luungan dadi Guru Wayan, Guru Made, Guru Candra lan guru ane
lenan dogen”, keto I Made Dabdab Kereng gradab-Gradab mamunyi sambilanga kedek.
Krama sekaa tuake milu kedek.
“To awinan tiang sing buin percaya
teken guru-guru cara janinne. Luungan suba cucun-cucun tiange maguru ken alam.
Apang sing uli cenik bisa ia miara alam, sing uli cenik adepanga buku, apang
liu reramanne ngelah utang. Man keto dog kwalitas calon-calon gurune, pantesan
tiang dadi guru teh”, ko I Wayan mamunyi sambilanga majujuk nitgtig tangkah.
Buin siep krama sekaa tuake. Konyangan takut pelih mamunyi.
Kaketus
saking : *http://www.balipost.com
Unsur-unsur
intrinsik dalam cerpen Guru Guyu
Tema : Pendidikan
Plot
atau alur : alur ceritanya adalah alur maju
Penokohan : 1) I Wayan Sugih Artha
Sifatnya:
mudah tersinggung dan gampang emosi.
2) I Nyoman Blek
Sifatnya:
tidak bisa memilah-milah perkataan, maksud-nya ingin bercanda tetapi malah
menyinggung perasaan orang lain.
3) I Made Dabdab
Sifatnya:
bijaksana dalam menghadapi dan mempertimbangkan suatu masalah atau persoalan
yang sedang dihadapi sesuai dengan kemampuan.
Latar
atau setting : di tempat orang minum tuak
Sudut
Pandang : orang ketiga
Gaya
Bahasa : Bahasa Bali Kepara
Amanat : Pesan atau Amanat yang terkandung dalam cerpen diatas, bahwa kita
sebagai manusia harus bisa berhati-hati dan mengendalikan setiap perkataan yang
kita ucapkan. Terkadang saat kita berbicara secara tidak sengaja niat kita
untuk bercanda tetapi malah menyinggung perasaan orang lain. Jangan mudah marah
dan terrsingggung ketika mendengar perkataan orang lain. Bila demikian energi
negatif selalu berada dalam diri kita dan kita akan mudah sakit hati apabila
kita tidak sabar dan tenang.
:
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari materi
diatas dapat kami simpulkan bahwa kesusastraan Bali di bagi menjadi empat yaitu
berdasarkan bentuk ada dua yaitu:
tembang dan gancaran. Tembang ada empat yaitu: sekara rare , sekar alit,
sekar madya, dan sekar agung. Gancaran ada dua puisi dan prosa. Serta
berdasarkan jamanya di bagi menjadi dua yaitu: Sastra Bali Purwa dan Sastra Bali Anyar. Berdasarkan teknik penyampaiannya
atau menceritakannya yaitu: sastra gantian (lisan) dan sesuratan (tulisan).
Serta menurut bahasa
yang di gunakan yaitu: sastra Bali berbahasa Jawa kuno, sastra Bali berbahasa Sansekerta,
sastra Bali berbahasa Bali Aga, sastra Bali berbahasa Bali kuno, sastra Bali
berbahasa Bali tengahan, sastra Bali berbahasa Bali Anyar.
Kesusastraan
Bali tidak akan cukup apabila hanya dikenal dan dipelajari saja. Sebagai
generasi Hindu yang tinggal di Bali, sudah menjadi kewajiban kita untuk
melestarikannya dengan menggunakan sastra Bali dan menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Karena itu merupakan ciri khas Budaya Bali yang harus
tetap lestari.
0 komentar:
Posting Komentar