Pages

Minggu, 26 Januari 2014

MAKNA CANANG SARI DALAM PERSEMBAHYANGAN

1.       Makna Canang Sari
[clip_image019[4].jpg]
Canang Sari merupakan ciptaan dari Mpu Sangkulputih yang menjadi sulinggih menggantikan Danghyang Rsi Markandeya di Pura Besakih.Canang sari ini dalam persembahyangan penganut Hindu Bali adalah kuantitas terkecil namun inti (kanista=inti). Kenapa disebut terkecil namun inti, karena dalam setiap banten atau yadnya apa pun selalu berisi Canang Sari.
Canang sari sering dipakai untuk persembahyangan sehari-hari di Bali. Canang sari juga mengandung salah satu makna sebagai simbol bahasa Weda untuk memohon kehadapan Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa yaitu memohon kekuatan Widya (Pengetahuan) untuk Bhuwana Alit maupun Bhuwana Agung.
Canang berasal dari kata "Can" yang berarti indah, sedangkan "Nang" berarti tujuan atau maksud (bhs. Kawi/Jawa Kuno), Sari berarti inti atau sumber. Dengan demikian Canang Sari bermakna untuk memohon kekuatan Widya kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa (manifestasi) Nya secara skala maupun niskala. Dalam dokumen tersebut juga dijelaskan mengenai bentuk dan fungsi canang menurut pandangan Hindu Bali ada beberapa macam sesuai dengan kegiatan upakara yang dilaksanakan. Di bawah ini penjabaran mengapa canang dikatakan sebagai penjabaran dari bahasa Weda, hal ini melalui simbol-simbol sebagai berikut :
  1. Canang memakai alas berupa "ceper" (berbentuk segi empat) adalah simbol kekuatan "Ardha Candra" (bulan).
  2. Di atas ceper ini diisikan sebuah "Porosan" yang bermakna persembahan tersebut harus dilandasi oleh hati yang welas asih serta tulus kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa Nya, demikian pula dalam hal kita menerima anugerah dan karunia Nya.
  3. Di atas ceper ini juga berisikan seiris tebu, pisang dan sepotong jaja (kue) adalah sebagai simbol kekuatan "Wiswa Ongkara" (Angka 3 aksara Bali).
  4. Kemudian di atas point 2 dan 3 di atas, disusunlah sebuah "Sampian Urasari" yang berbentuk bundar sebagai dasar untuk menempatkan bunga. Hal ini adalah simbol dari kekuatan "Windhu" (Matahari). Lalu pada ujung-ujung Urasari ini memakai hiasan panah sebagai simbol kekuatan "Nadha" (Bintang).
  5. Penataan bunga berdasarkan warnanya di atas Sampian Urasari diatur dengan etika dan tattwa, harus sesuai dengan pengider-ideran (tempat) Panca Dewata. Untuk urutannya saya menggunakan urutan Purwa/Murwa Daksina yaitu diawali dari arah Timur ke Selatan.
Bunga berwarna Putih (jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna merah muda) disusun untuk menghadap arah Timur, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari (Bidadari) Gagar Mayang oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Iswara agar memercikkan Tirtha Sanjiwani untuk menganugerahi kekuatan kesucian skala niskala.
Bunga berwarna Merah disusun untuk menghadap arah Selatan, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Saraswati oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Brahma agar memercikkan Tirtha Kamandalu untuk menganugerahi kekuatan Kepradnyanan dan Kewibawaan.
Bunga berwarna Kuning disusun untuk menghadap arah Barat, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Ken Sulasih oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Mahadewa agar memercikkan Tirtha Kundalini untuk menganugerahi kekuatan intuisi.
Bunga berwarna Hitam (jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna biru, hijau atau ungu) disusun untuk menghadap arah Utara, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Nilotama oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Wisnu agar memercikkan Tirtha Pawitra untuk menganugerahi kekuatan peleburan segala bentuk kekotoran jiwa dan raga.
Bunga Rampe (irisan pandan arum) disusun di tengah-tengah, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Supraba oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Siwa agar memercikkan Tirtha Maha mertha untuk menganugerahi kekuatan pembebasan (Moksa).
Bunga canang, kembang rampe, porosan adalah simbol dari Tarung / Tedung dari Ong Kara (isi dari Tri Bhuwana (
Tri Loka) = Bhur-Bwah-Swah).

a.      Konsep penyatuan Sivasiddhanta dalam canang sari
Canang Genten/canang sari, bentuknya : memakai alas yang berupa ceper atau yang berupa reringgitan,disusun dengan plawa(daun),Porosan yang berupa sedah berisi apuh dan jambe diikat dengan tali porosan,disusun dengan tempat minyak,bunga dan pandan arum yang bermakna penyatuan pikiran yang suci untuk sujud bhakti kehadapan Hyang Widhi dalam wujudnya sebagai Brahma Wisnu dan Iswara.

b.      Mantra Canang Sari.
Oṁ Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Oṁ tamolah panca pacara guru paduka bhyo namah swaha
Oṁ shri Deva Devi Sukla ya namah svaha
 Sumber:
http://bebantenan.wordpress.com/makna-banten/

MAKNA BANTEN DAKSINA DALAM PERSEMBAHYANGAN
2.       Makna Daksina



[clip_image003[4].jpg]
Daksina disebut Juga "YadnyaPatni" yang artinya istri atau sakti daripada yadnya. Daksina juga dipergunakan sebagai mana persembahan atau tanda terima kasih, selalu menyertai banten-banten yang agak besar dan sebagainya perwujudan atau pertapakan. Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan bahwa Daksina melambangkan Hyang Guru/ Hyang Tunggal kedua nama tersebut adalah nama lain dari Dewa Siwa.
a.       Unsur-unsur yang membentuk daksina
Diurut dari isi terbawah hingga diatas yaitu:
  • Alas bedogan/srembeng/wakul/katung; terbuat dari janur/slepan yang bentuknya bulat dan sedikit panjang serta ada batas pinggirnya. Alas Bedogan ini lambang pertiwi unsur yang dapat dilihat dengan jelas.
  • Bedogan/ srembeng/wakul/katung/ srobong daksina; terbuat dari janur/slepan yang dibuta melinkar dan tinggi, seukuran dengan alas wakul. Bedogan bagian tengah ini adalah lambang Akasa yang tanpa tepi. Srembeng daksina juga merupakan lambang dari hukum Rta ( Hukum Abadi tuhan )
  • Tampak; dibuat dari dua potongan janur lalu dijahit sehinga membentuk tanda tambah. Tampak adalah lambang keseimbangan baik makrokosmos maupun mikrokosmos. tampak juga melambangkan swastika, yang artinya semoga dalam keadaan baik.
  • Beras; yang merupakan makanan pokok melambang dari hasil bumi yang menjadi sumber penghidupan manusia di dunia ini. Hyang Tri Murti (Brahma, Visnu, Siva)
  • Sirih temple / Porosan; terbuat dari daun sirih (hijau – wisnu), kapur (putih – siwa) dan pinang (merah – brahma) diikat sedemikian rupa sehingga menjadi satu, porosan adalah lambang pemujaan.
  • Kelapa; adalah buah serbaguna, yang juga simbol Pawitra (air keabadian/amertha) atau lambang alam semesta yang terdiri dari tujuh lapisan (sapta loka dan sapta patala) karena ternyata kelapa memiliki tujuh lapisan ke dalam dan tujuh lapisan ke luar. Air sebagai lambang Mahatala, Isi lembutnya lambang Talatala, isinya lambang tala, lapisan pada isinya lambang Antala, lapisan isi yang keras lambang sutala, lapisan tipis paling dalam lambang Nitala, batoknya lambang Patala. Sedangkan lambang Sapta Loka pada kelapa yaitu: Bulu batok kelapa sebagai lambang Bhur loka, Serat saluran sebagailambang Bhuvah loka, Serat serabut basah lambang svah loka, Serabut basah lambanag Maha loka, serabut kering lambang Jnana loka, kulit serat kering lambang Tapa loka, Kulit kering sebagai lamanag Satya loka Kelapa dikupas dibersihkan hingga kelihatan batoknya dengan maksud karena Bhuana Agung sthana Hyang Widhi tentunya harus bersih dari unsur-unsur gejolak indria yang mengikat dan serabut kelapa adalah lambang pe ngikat indria.
  • Telor Itik; dibungkus dengan ketupat telor, adalah lambang awal kehidupan/ getar-getar kehidupan , lambang Bhuana Alit yang menghuni bumi ini, karena pada telor terdiri dari tiga lapisan, yaitu Kuning Telor/Sari lambang Antah karana sarira, Putih Telor lambang Suksma Sarira, dan Kulit telor adalah lambang Sthula sarira. dipakai telur itik karena itik dianggap suci, bisa memilih makanan, sangat rukun dan dapat menyesuaikan hidupnya (di darat, air dan bahkan terbang bila perlu)
  • Pisang, Tebu dan Kojong; adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari ala mini. Idialnya manusia penghuni bumi ini hidup dengan Tri kaya Parisudhanya. Dalam tetandingan Pisang melambangkan jari, Tebu belambangkan tulang.
  • Buah Kemiri; adalah sibol Purusa / Kejiwaan / Laki-laki, dari segi warna putih (ketulusan)
  • Buah kluwek/Pangi; lambang pradhana / kebendaan / perempuan, dari segi warna merah (kekuatan). Dalam tetandingan melambangkan dagu.
  • Gegantusan; merupakan perpaduan dari isi daratan dan lautan, yang terbuat dari kacang-kacangan, bumbu-bumbuan, garam dan ikan teri yang dibungkus dengan kraras/daun pisang tua adalah lambang sad rasa dan lambang kemakmuran.
  • Papeselan yang terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu adalah lambang Panca Devata; daun duku lambang Isvara, daun manggis lambang Brahma, daun durian / langsat / ceroring lambang Mahadeva, daun salak / mangga lambang Visnu, daun nangka atau timbul lamban Siva. Papeselan juga merupakan lambang kerjasama (Tri Hita Karana).
  • Bija ratus adalah campuran dari 5 jenis biji-bijian, diantaranya; godem (hitam – wisnu), Jawa (putih – iswara), Jagung Nasi (merah – brahma), Jagung Biasa (kuning – mahadewa) dan Jali-jali (Brumbun – siwa). kesemuanya itu dibungkus dengan kraras (daun pisang tua).
  • Benang Tukelan; adalah alat pengikat simbol dari naga Anantabhoga dan naga Basuki dan naga Taksaka dalam proses pemutaran Mandara Giri di Kserarnava untuk mendapatkan Tirtha Amertha dan juga simbolis dari penghubung antara Jivatman yang tidak akan berakhir sampai terjadinya Pralina. Sebelum Pralina Atman yang berasal dari Paramatman akan terus menerus mengalami penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai Moksa. Dan semuanya akan kembali pada Hyang Widhi kalau sudah Pralina. dalam tetandingan dipergunakan sebagai lambing usus/perut.
  • Uang Kepeng; adalah alat penebus segala kekurangan sebagai sarining manah. uang juga lambang dari Deva Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup dan sumber kehidupan.
  • Sesari; sebagai labang saripati dari karma atau pekerjaan (Dana Paramitha)
  • Sampyan Payasan; terbuat dari janur dibuat menyerupai segi tiga, lambang dari Tri Kona; Utpeti, Sthiti dan Pralina.
  • Sampyan pusung; terbuat dari janur dibentuk sehingga menyerupai pusungan rambut, sesunggunya tujuan akhir manusia adalah Brahman dan pusungan itu simbol pengerucutan dari indria-indria
Seperti dijelaskan dalam Lontar Yadnya Pelutaning , Daksina  adalah simbol salam kepada manifestasi Tuhan ( Ida Sanghyang Widhi Wasa ). Daksina juga berarti buah yadnya. Setelah upacara, daksina disajikan kepada pemimpin upacara untuk bersyukur. Sebagai simbol manifestasi, Daksina diisi dengan 13 unsur sebagaimana tercantum di bawah ini.

b. Cara Membuatnya :

1. Masukkan Tetampak ke Bedogan.
tapak dara ke bedogan

2. Masukkan Beras, Silih Asih, Pangi, Gantusan dan Pesel-peselan ke Bedogan

3. Tempatkan Kelapa di atasnya.

4. Masukkan Adeng, Jinah Bolong, tingkih dan Tetebusan Benang di Kelapa.
kelapa tingkih Adeng jinah bolong

5. Terakhir, tempat Canang Sari di atasnya.

Sekarang Daksina sudah siap di pakai untuk sarana upacara dan upakara.
Adapun Jenis-jenis Daksina di maksud adalah sebagai berikut :
  1. Daksina kelipatan 1 : daksina alit.
  2. Daksina kelipatan 2: daksina pakala-kalaan (Manusa Yajna).
  3. Daksina kelipatan 3: daksina krepa (Rsi Yajna).
  4. Daksina kelipatan 4: daksina gede/pamogpog (upacara besar).
  5. Daksina kelipatan 5: daksina galahan.



c.       Mantra Daksina:
Om Pukulan Dewa Wisnu
Alinggih Aneng sesantun daksina
Guru Dewa asung nugraha
Salwiring pinuja dening ingsun
Wastu Purna Jati
Tan mamiruda ring sariran ingsung
Om Siddhirastu tat astu namah swaha



d.      Siva Siddhanta Dalam Daksina
            Bahwa dalam daksina itu banyak menggunakan bahan-bahan atau perlengkepan, yang masing-masing memilki makna tersendiri. Wewakulan ini adalah lamang dari pertiwi. Tampak berbentuk segi empat sebagai lambang delapan arah mata angin, kelapa lambang bhuana agung, telur lambang Bhuana Alit, Peselan lambang Panca Dewata, Porosan lambang dari Tri Murti, Gegantusan Brahma, Visnu, Iswara, Benang tukelan putih diatas kelapa simbol Tri kona.  Dalam Daksina Tampak melambangkan 8 arah mata angina tau 8 dewata, pepeselan yang melambangkan panca dewata, kemudian porosan melambangkan tri murti. Bahwa sananya sekte yang ada itu memuja dewa yang berbeda-beda kemudian di persatukan dengan konsep tri murti.  Maka semua sekte-sekte yang ada bersatu dengan mengatas namakan Siva Siddhanta. Tanpa menghilangkan tradisi dari masing-masing setke. Ibaratkan wewakulan sekte Siva Siddhanta, perlengkapan dalam daksina yang lainnya itu merupakan sekte-sekte yang lainnya, sehinnga disatukan dalam dalam tempat wewakulan itu akan memebentuk daksina. Begitu pula sekte-sekte yang lainnya yang disatukan kedalam Siva Siddhanta.      
Mantra Daksina:                                                                                                 





MAKNA BANTEN SESAYUT DALAM PERSEMBAHYANGAN
3.       SESAYUT PASUPATI

          Sesayut atau ‘Sayut’ dalam Bahasa Kawi (Jawa Kuno) berasal dari kata ‘asayut’ artinya menahan, atau menguatkan Banten. Sesayut atau Banten tatebasan kalau disimak dari arti kata Sesayut, yang berakar dari kata “Sayut” atau nyayut memiliki arti mengharapkan, mendoakan, mensthanakan dan mengembalikan. Sedangkan Tatebasan yang berakar dari kata “Tebas” yang memiliki arti sama dengan Sesayut. Sesayut adalah banten-banten yang bertujuan untuk menguatkan rasa bhakti sekaligus menyampaikan permohonan kepada Sanghyang Widhi untuk tujuan tertentu. Setiap upacara yang dilaksanakan oleh umat Hindu akan memakai Banten Sesayut atau Banten Tatebasan yang berbeda-beda sesuai dengan harapan dan tujuan upacara yang dilaksanakan, begitu juga dalam upacara Dewa-yadnya akan memakai Banten Sesayut sesuai dengan Ista Dewata yang akan di sthanakan atau di puja.

          Ada yang disebut dengan Sesayut Pasupati. Banten sesayut ini digunakan pada saat upacara Tumpek Landep. Umat Hindu merayakan Tumpek Landep yaitu pada Saniscara Kliwon Wuku Landep. Ida Pedanda Made Gunung pernah menyampaikan, menurut filosofinya, Tumpek Landep merupakan tonggak penajaman citta, budhi dan manah (pikiran). Diharapkan, tingkah laku perbuatan umat selalu dilandasi atas kesucian pikiran sehingga bisa memilah mana yang baik maupun yang buruk. Sebab dari pikiran kebahagiaan itu datang dan dari pikiran juga kesedihan menggelayut di hati. Seperti tersurat dalam Sloka 81, Sarasamuscaya, “Pikiran itu sangatlah labil dan berubah-ubah, apabila seseorang dapat mengendalikan pikirannya, niscaya ia akan memperoleh surga di dunia dan surga di akhirat”.
            Ada yang istimewa pada hari Tumpek Landep di Bali. Kendaraan sepeda, motor dan mobil yang lalu-lalang di jalan tampak indah dihiasi caniga, sampyan gantung dan tamiang. Semua itu merupakan wujud syukur umat atas kecanggihan ilmu pengetahuan teknologi sehingga bisa mempersingkat waktu dan jarak dengan diciptakannya alat transportasi tersebut. Demikian juga teknologi lain yang menggunakan bahan dari besi mendapat perlakuan khusus di hari tersebut.  Teknologi canggih ada karena manusia menggunakan pikiran untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan menghasilkan karya yang bermanfaat. Terkait dengan hari Tumpek Landep ini umat melakukan pemujaan kepada Sanghyang Siwa Pasupati yang merupakan dewanya taksu dengan menghaturkan sesayut pasupati. Setelah memperingati hari Saraswati (turunnya ilmu pengetahuan) selanjutnya umat memohon pengetahuan tersebut bertuah dan memberi ketajaman pikiran.
          Pada hari tersebut juga dilakukan upacara pembersihan dan penyucian pusaka leluhur seperti keris, tombak dan sebagainya sehingga hari Tumpek Landep kerap disebut oton besi. Motor, mobil, komputer juga diberikan otonan sebagai sarana yang digunakan setiap hari sehingga bisa memberi kebaikan dan tidak mencelakakan. Dari semua yang dilaksanakan tersebut, makna mendalam yang ingin diperoleh dari pelaksanaan upacara ini adalah untuk mengasah pikiran layaknya perabotan-perabotan yang digunakan tersebut supaya lebih tajam dan berguna untuk kebaikan. Pikiran yang tajam akan mampu memerangi kebodohan dan menekan sifat bhutakala dalam diri. Pada hari Tumpek Landep kebahagiaan datang dari berbagai penjuru sebab pikiran positif yang menaunginya. Tidak hanya umat yang merayakan mendapatkan berkah di hari suci ini. Setiap orang bisa merasakan kebahagiaan termasuk yang merayakan merasa lebih percaya diri dengan mengendarai kendaraan yang lebih bersih dari hari biasanya. Sektor usaha cuci motor/mobil juga kecipratan rejeki.
          Sektor ekonomi di Bali terus bergulir dengan adanya perayaan-perayaan hari suci agama. Inilah yang diharapkan, kebahagiaan semua orang. Demikian dengan perayaan Tumpek Landep ini semoga umat memiliki ketajaman pikiran, bisa memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk tujuan positif bagi kesejahteraan masyarakat, kebaikan alam dan meningkatkan rasa syukur atas anugrah-Nya. Jadikan pikiran sebagai sumber kebahagiaan dengan mengendalikannya. Jadilah joki bagi kuda-kuda pikiranmu yang mengarahkannya ke arah yang baik. Jangan biarkan kuda-kuda pikiran yang mengarahkanmu menuju kesengsaraan pikiran.
          Seperti sloka 398, Sarasamuscara, “Karena sesungguhnya pikiranlah yang menyebabkan kesengsaraan, pikiran itu selalu mengarahkan sang diri untuk tidak pernah merasa puas akan apapun, pikiran juga yang mengarahkan ucapan dan prilaku manusia untuk tenggelam dalam lingkaran nafsu dan kesesatan; maka dari itu hendaklah pikiran itu didamaikan, dan diarahkan menuju kesucian dan kebebasan dari ego dan nafsu-nafsu sesat”.

            Adapun sarana/upakara yang dibutuhkan dalam Tumpek Landep, yang paling sederhana adalah canang sari, dupa, dan tirtha pasupati. Yang lebih besar dapat menggunakan upakara Peras, Daksina atau Pejati. Dan yang lebih besar biasanya dapat dilengkapi dengan jenis upakara yang tergolong sesayut, yaitu Sesayut Pasupati. Bahan-bahan untuk membuat sesayut pasupati adalah terdiri dari Tumpeng barak amusti, kulit tebasan antuk don andong 1 ring ajeng tumpange daksina, ring bilang samping tumpenge kulit peras medaging tumpeng barak dua, soda ajengan penek barak 2, tipat kelan, tipat tampulan asiki, sampeyan nagasari penyeneng peras canang antuk don andong. Maulam ayam biing (barak) jeroan megoreng wadah taku, takir keruh meserana kacang saur. matah apalet anggen ring segehan pasupati. Jika dianalisis bahan-bahan pembuatan sesayut pasupati ini yang lebih banyak menggunakan warna merah, merupakan ciri penghormatan terhadap Dewa Brahma sehingga demngan ketajaman pikiran yang dimiliki manusia mampu menciptakan besi-besi yang nantinya bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
          Sarana yang penting dalam upakara Tumpek Landep ini adalah Tirtha Pasupati. Karena umat Hindu masih meyakini betapa pentingnya keberadaan tirtha ini. Tirtha Pasupati biasanya didapat melalui Pandita atau Pinandita melalui tatacara pemujaan tertentu. Tetapi boleh juga melakukannya sendiri. Cukup menyiapkan sarana (seuaikan dengan desa-kala-patra). Misalnya dengan sarana canang sari, dupa dan air (toya anyar), setelah melakukan pembersihan badan (mandi dsb). Letakkan sarana/ upakara tersebut di pelinggih/ altar/ pelangkiran. Kemudian melaksanakan asuci laksana (asana, pranayama, karasudhana) dan matur piuning (permakluman) sedapatnya baik kepada leluhur, para dewa dan Hyang Widhi, ucapkan mantra berikut ini dengan sikap Deva Pratista atau Amusti Karana sambil memegang dupa dan bunga.
Mantra Pasupati:
Om Sanghyang Pasupati Ang-Ung Mang ya namah svaha
Om Brahma astra pasupati, Visnu astra pasupati, Siva astra pasupati, Om ya namah svaha
Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati-tumurun maring Sanghyang Gana, angawe pasupati maha sakti, angawe pasupati maha siddhi, angawe pasupati maha suci, angawe pangurip maha sakti, angawe pangurip maha siddhi, angawe pangurip maha suci, angurip sahananing raja karya teka urip, teka urip, teka urip.
Om Sanghyang Akasa Pertivi pasupati, angurip……..
Om eka vastu avighnam svaha
Om Sang-Bang-Tang-Ang-Ing-Nang-Mang-Sing-Wang-Yang-Ang-Ung-Mang
Om Brahma pasupati
Om Visnu Pasupati
Om Siva sampurna ya namah svaha
Kemudian masukkan bunga ke dalam air yang telah disiapkan. Dengan demikian maka air tadi sudah menjadi Tirtha Pasupati, dan siap digunakan untuk mempasupati diri sendiri dan benda-benda  lainnya.
Catatan:
·                Titik-titik pada mantra di atas adalah sesuatu yang mau dipasupati)-dalam hal ini adalah air untuk tirtha pasupati. Dalam hal tertentu dapat dipakai mempasupati  yang lainnya..tergantung kebutuhan (tapi tetap saya sarankan hanya untuk Dharma, karena jika akan dipakai untuk hal-hal negatif maka mantra tersebut tidak akan berguna bahkan akan mencederai yang mengucapkannya)!!
·                Mantra di atas bersumber dari lontar Sulayang Gni Pura Luhur Lempuyang, koleksi pribadi.
http://mpuprema.blogspot.com/2010/10/banten-tumpek-landep.html
Jadi makna filosofi dari banten Sesayut Pasupati ini adalah sebagai stana dari Sang Hyang Siva sebagai Pasupati. Juga penyatuan siva siddhanta terdapat dalam rangkaian banten Tumpek Landep. Ini terlihat dari bahan-bahan pembuatan sesayut yang identik dengan warna merah (Brahma) juga dilengkapi dengan tirtha pasupati sebagai simbolis dari Visnu.


Makna Filosofi Banten Ajuman dan Kristalisasi Sekte-sekte yang ke dalam Sekte Siva Siddhanta, dalam Banten Ajuman
Banten Ajuman yang dipakai untuk memuliakan Hyang Widhi (ngajum, menghormat, sujud kepada Hyang Widhi). Soda/ajuman dipakai sarana untuk memuliakan, mengagungkan Hyang Widhi dan lambang keteguhan/kokoh.
Dan disebut juga soda (sodaan) dipergunakan tersendiri sebagai persembahan ataupun melengkapi daksina suci dan lain-lain. Bila ditujukan kehadapan para leluhur, salah satu peneknya diisi kunir ataupun dibuat dari nasi kuning, disebut "perangkat atau perayun" yaitu jajan serta buah-buahannya di alasi tersendiri, demikian pula lauk pauknya masing-masingdialasi ceper/ituk-ituk, diatur mengelilingi sebuah penek yang agak besar. Di atasnya diisisebuah canang pesucian, canang burat wangi atau yang lain.
1.1       Unsur-unsur dalam banten Ajuman
1.  Tamas atau Taledan
2.  Buah pisang,
3.  Jajan
4. Lauk-pauk
5. Buah-buahan
6. Dan nasi berbentuk penek (bundar) 2 buah,
7. Rerasmen yang dialasi Tri Kona,
8. Sampyan plaus/petangas/Sampian Soda
9.  Canang sari/Canang Genten

1.2       Makna Filosofi Banten Ajuman/Soda
1.2.1    Tamas atau Taledan
Tamas atau taledan, tamas lambang cakra (symbol kekosongan yang murni/ananda). Taledan merupakan  lambang catur marga yaitu empat jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan. (bhakti marga, karma marga, jnana marga, dan raja marga). Sebagai sarana memuliakan Hyang Widhi (ngajum).
1.2.2    Buah pisang, Jajan, Dan Buah-buahan
Merupakan persembahan hasil kerja keras dan rasa syukur kepada Ide Sang Hyang Widhi Wasa, yang telah memberikan anugrahnnya kepada kita semua.  Dan Sebagai sarana memuliakan Hyang Widhi (ngajum).
1.2.3    Dan nasi berbentuk penek (bundar) 2 buah
Nasi penek (nasi yang sedimikian rupa tingginya kurang lebih 5 cm), sehingga berbentuk bundar dan sedikit pipih, adalah lambang dari keteguhan atau kekokohan bhatin dalam mengagungkan Tuhan, dalam diri manusia adalah simbol Sumsuma dan Pinggala yang menyangga agar manusia tetap eksis. Bila ditujukan kehadapan para leluhur, salah satu peneknya diisi kunir ataupun dibuat dari nasi kuning, yang disebut Ajuman putih kuning.
1.2.4    Rerasmen/lauk-pauk yang dialasi Tri Kona
Yang berisi berupa serondeng atau sesaur, kacang-kacangan, ikan teri, telor, terung, timun,  daun kemangi (kecarum), garam, dan sambal. Yang merupakan simbol/makan,  dari Bhuana Agung yang diperembahkan. Dan sebagai sarana memuliakan Hyang Widhi (ngajum).
1.2.5   Sampyan plaus/petangas/Sampian Soda
Sampyan Plaus/Petangas; dibuat dari janur kemudian dirangkai dengan melipatnya sehingga berbentuk seperti kipas, memiliki makna simbol bahwa dalam memuja Hyang Widhi manusia harus menyerahkan diri secara totalitas di pangkuan Hyang Widhi, dan jangan banyak mengeluh, karunia Hyang Widhi akan turun ketika BhaktaNya telah siap.  Dan dapat pula diartikan sampyan itu sebagai keteguhan hati.  http://www.scribd.com/doc/63565118/Banten
1.2.6    Canang sari/Canang Genten
Canang sari yaitu inti dari pikiran dan niat yang suci sebagai tanda bhakti/hormat kepada Hyang Widhi ketika ada kekurangan saat sedang menuntut ilmu kerohanian (lontar Mpu Lutuk Alit). Dan Canang sari adalah suatu Upakāra /banten yang selalu menyertai atau melengkapi setiap sesajen/persembahan, segala Upakāra yang dipersiapkan belum disebut lengkap kalau tidak di lengkapi dengan canang sari.

Foto  Banten Ajuman


1.3       Kristlisasi Sekte-sekte ke dalam Sekte Siva Siddhanta dalam Banten Ajuman
            Dari makna filosofi masing-masing unsur yang ada pada banten Ajuman atau Soda, bahwa semua unsur-unsurnya bermakna pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widdhi Wasa. Yang mulai dari unsur Bhuana Alit sampai Unsur Bhuana Agung, di persembahkan secara tulus iklas. Dan dari makna-makna yang terdapat itu, bahwasanya semua sekte-sekte yang ada telah luluh menyatu dengan sekte siva siddhanta. 

Banten Peras – Cara Membuat beserta Makna

Banten Peras ini boleh dikatakan tidak pernah dipergunakan tersendiri, tetapi menyertai banten-banten yang lain seperti: daksina, suci, tulang-sesayut dan lain-lainnya. Dalam beberapa hal, pada alasnya dilengkapi dengan sedikit beras dan benang putih. Untuk menunjukkan upacara telah selesai, maka seseorang (umumnya pimpinan upacara) akan menarik lekukan pada "kulit-peras", dan menaburkan beras yang ada dibawahnya. Pada Lontar Yajna-prakerti disebut bahwa peras melambangkan Hyang Tri Guna-Sakti.
Kiranya kata "Peras" dapat diartikan "sah" atau resmi, seperti kata: "meras anak" mengesahkan anak, "Banten pemerasan", yang dimaksud adalah sesajen untuk mengesahkan anak/cucu; dan bila suatu kumpulan sesajen tidak dilengkapi dengan peras, akan dikatakan penyelenggaraan upacaranya "tan perasida", yang dapat diartikan "tidak sah", oleh karena itu banten peras selalu menyertai sesajen-sesajen yang lain terutama yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Pada prinsipnya memiliki fungsi sebagai permohonan agar semua kegiatan tersebut sukses (prasidha).

Yang menjadi unsur-unsur Peras, yaitu:
  • Alasnya Tamas/ taledan/ Ceper; Tamas lambang Cakra atau perputaran hidup atau Vindu (simbol kekosongan yang murni/ananda). Ceper/ Aledan; lambang Catur marga (Bhakti, Karma, Jnana, Raja Marga)
  • kemudian disusun di atasnya Beras (makanan pokok – sifat rajah), Uang Kepeng/recehan (untuk mencari segala kesenangan – sifat tamas), benang (kesucian dan alat pengikat – sifat satwam) merupakan lambang bahwa untuk mendapatkan keberhasilan diperlukan persiapan yaitu: pikiran yang benar, ucapan yang benar, pandangan yang benar, pendengaran yang benar, dan tujuan yang benar.
  • Dua buah tumpeng (simbol rwa bhineda – baik buruk); lambang kristalisasi dari duniawi menuju rohani, mengapa dua tumpeng karena sesungguhnya untuk dapat menghasilkan sebuah ciptaan maka kekuatan Purusa dan Pradhana (kejiwaan/laki-laki dengan kebendaan/perempuan) harus disatuakan baru bisa berhasil (Prasidha), tumpeng adalah lambang keuletan orang dalam meniadakan unsur-unsur materialis, ego dalam hidupnya sehingga dapat sukses menuju kepada Tuhan.
  • Base tampel/porosan (poros – pusat) yang merupakan lambang tri murti
  • Kojong Ragkat, tempat rerasmen/lauk pauk; memiliki makna jika ingin mendapatkan keberhasilan harus dapat memadukan semua potensi dalam diri (pikiran, ucapan, tenaga dan hati nurani)
  • Diisi buah-buahan, pisang, kue secukupnya – persembahan sebagai hasil kerja kita.
  • Sampyan peras; terbuat dari empat potong janur dibentuk menyerupai parabola di atasnya, merupakan lambang dari kesiapan diri kita dalam menerima intuisi, inisiasi, waranugraha dari Hyang Widhi yang nantinya akan kita pakai untuk melaksanakan Dharma.
  • Canang sari – inti dari segala yadnya, merupakan simbol dari Ida Sang Hyang Widhi

Mantra Peras:
            Panca wara bhawat Brahma
            Wisnu sapta warewa ca
            Sad wara Iswara  dewas ca
            Asta wara Siwo jneyah
           
            Omkara mukayote sarwa pras-pras

            Parisuddha ya namah swaha

1 komentar:

Unknown mengatakan...

suksma sangat membantu sekali

Posting Komentar