Canang
Sari merupakan ciptaan dari Mpu Sangkulputih yang menjadi sulinggih menggantikan Danghyang Rsi Markandeya di Pura Besakih.Canang sari ini dalam persembahyangan penganut Hindu Bali adalah kuantitas terkecil namun inti
(kanista=inti). Kenapa disebut terkecil namun inti, karena dalam setiap banten
atau yadnya apa pun selalu berisi Canang Sari.
Canang sari sering dipakai untuk persembahyangan sehari-hari di Bali. Canang sari juga mengandung salah satu makna sebagai simbol bahasa Weda untuk memohon kehadapan Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa yaitu memohon kekuatan Widya (Pengetahuan) untuk Bhuwana Alit maupun Bhuwana Agung.
Canang sari sering dipakai untuk persembahyangan sehari-hari di Bali. Canang sari juga mengandung salah satu makna sebagai simbol bahasa Weda untuk memohon kehadapan Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa yaitu memohon kekuatan Widya (Pengetahuan) untuk Bhuwana Alit maupun Bhuwana Agung.
Canang
berasal dari kata "Can" yang berarti indah, sedangkan
"Nang" berarti tujuan atau maksud (bhs. Kawi/Jawa Kuno), Sari berarti
inti atau sumber. Dengan demikian Canang Sari bermakna untuk memohon kekuatan
Widya kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa (manifestasi) Nya secara
skala maupun niskala. Dalam dokumen tersebut juga dijelaskan mengenai bentuk dan
fungsi canang menurut pandangan Hindu Bali ada beberapa macam sesuai dengan
kegiatan upakara yang dilaksanakan. Di bawah ini penjabaran mengapa canang
dikatakan sebagai penjabaran dari bahasa Weda, hal ini melalui simbol-simbol
sebagai berikut :
- Canang memakai alas berupa
"ceper" (berbentuk segi empat) adalah simbol kekuatan
"Ardha Candra" (bulan).
- Di atas ceper ini diisikan
sebuah "Porosan" yang bermakna persembahan tersebut harus
dilandasi oleh hati yang welas asih serta tulus kehadapan Sang Hyang Widhi
beserta Prabhawa Nya, demikian pula dalam hal kita menerima anugerah dan
karunia Nya.
- Di atas ceper ini juga
berisikan seiris tebu, pisang dan sepotong jaja (kue) adalah sebagai simbol kekuatan "Wiswa
Ongkara" (Angka 3 aksara Bali).
- Kemudian di atas point 2 dan 3
di atas, disusunlah sebuah "Sampian Urasari" yang berbentuk
bundar sebagai dasar untuk menempatkan bunga. Hal ini adalah simbol dari kekuatan
"Windhu" (Matahari). Lalu pada ujung-ujung Urasari ini memakai
hiasan panah sebagai simbol kekuatan "Nadha" (Bintang).
- Penataan bunga berdasarkan
warnanya di atas Sampian Urasari diatur dengan etika dan tattwa, harus sesuai dengan pengider-ideran
(tempat) Panca Dewata. Untuk urutannya saya menggunakan urutan Purwa/Murwa Daksina yaitu diawali dari arah Timur ke Selatan.
Bunga
berwarna Putih
(jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna merah muda) disusun untuk
menghadap arah Timur, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari
(Bidadari) Gagar Mayang oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Iswara agar
memercikkan Tirtha Sanjiwani untuk menganugerahi kekuatan kesucian skala
niskala.
Bunga
berwarna Merah
disusun untuk menghadap arah Selatan, adalah sebagai simbol memohon diutusnya
Widyadari Saraswati oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Brahma agar memercikkan Tirtha Kamandalu untuk menganugerahi
kekuatan Kepradnyanan dan Kewibawaan.
Bunga
berwarna Kuning
disusun untuk menghadap arah Barat, adalah sebagai simbol memohon diutusnya
Widyadari Ken Sulasih oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Mahadewa agar memercikkan Tirtha Kundalini untuk menganugerahi kekuatan intuisi.
Bunga
berwarna Hitam
(jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna biru, hijau atau ungu) disusun
untuk menghadap arah Utara, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari
Nilotama oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Wisnu agar memercikkan
Tirtha Pawitra untuk menganugerahi kekuatan peleburan segala bentuk kekotoran
jiwa dan raga.
Bunga
Rampe (irisan
pandan arum) disusun di tengah-tengah, adalah sebagai simbol memohon diutusnya
Widyadari Supraba oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Siwa agar
memercikkan Tirtha Maha mertha untuk menganugerahi kekuatan pembebasan (Moksa).
Bunga canang, kembang rampe, porosan adalah simbol dari Tarung / Tedung dari Ong Kara (isi dari Tri Bhuwana (Tri Loka) = Bhur-Bwah-Swah).
Bunga canang, kembang rampe, porosan adalah simbol dari Tarung / Tedung dari Ong Kara (isi dari Tri Bhuwana (Tri Loka) = Bhur-Bwah-Swah).
a.
Konsep penyatuan Sivasiddhanta dalam
canang sari
Canang
Genten/canang sari, bentuknya : memakai alas yang berupa ceper atau yang berupa
reringgitan,disusun dengan plawa(daun),Porosan yang berupa sedah berisi apuh
dan jambe diikat dengan tali porosan,disusun dengan tempat minyak,bunga
dan pandan arum yang bermakna penyatuan pikiran yang suci untuk sujud bhakti
kehadapan Hyang Widhi dalam wujudnya sebagai Brahma Wisnu dan Iswara.
b.
Mantra Canang Sari.
Oṁ Puspa Danta ya namah svaha (dalam
hati)
Oṁ tamolah panca pacara guru paduka
bhyo namah swaha
Oṁ shri Deva Devi Sukla ya namah
svaha
Sumber:
http://bebantenan.wordpress.com/makna-banten/
MAKNA
BANTEN DAKSINA DALAM PERSEMBAHYANGAN
2. Makna Daksina
Daksina disebut
Juga "YadnyaPatni" yang artinya istri atau sakti daripada yadnya.
Daksina juga dipergunakan sebagai mana persembahan atau tanda terima kasih,
selalu menyertai banten-banten yang agak besar dan sebagainya perwujudan atau
pertapakan. Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan bahwa Daksina
melambangkan Hyang Guru/ Hyang Tunggal kedua nama tersebut adalah nama lain
dari Dewa Siwa.
a. Unsur-unsur yang membentuk daksina
Diurut dari
isi terbawah hingga diatas yaitu:
- Alas
bedogan/srembeng/wakul/katung; terbuat dari janur/slepan yang bentuknya
bulat dan sedikit panjang serta ada batas pinggirnya. Alas Bedogan ini
lambang pertiwi unsur yang dapat dilihat dengan jelas.
- Bedogan/
srembeng/wakul/katung/ srobong daksina; terbuat dari janur/slepan yang
dibuta melinkar dan tinggi, seukuran dengan alas wakul. Bedogan bagian
tengah ini adalah lambang Akasa yang tanpa tepi. Srembeng daksina juga
merupakan lambang dari hukum Rta ( Hukum Abadi tuhan )
- Tampak;
dibuat dari dua potongan janur lalu dijahit sehinga membentuk tanda
tambah. Tampak adalah lambang keseimbangan baik makrokosmos maupun
mikrokosmos. tampak juga melambangkan swastika, yang artinya semoga dalam
keadaan baik.
- Beras;
yang merupakan makanan pokok melambang dari hasil bumi yang menjadi sumber
penghidupan manusia di dunia ini. Hyang Tri Murti (Brahma, Visnu, Siva)
- Sirih
temple / Porosan; terbuat dari daun sirih (hijau – wisnu), kapur (putih –
siwa) dan pinang (merah – brahma) diikat sedemikian rupa sehingga menjadi
satu, porosan adalah lambang pemujaan.
- Kelapa;
adalah buah serbaguna, yang juga simbol Pawitra (air keabadian/amertha)
atau lambang alam semesta yang terdiri dari tujuh lapisan (sapta loka dan
sapta patala) karena ternyata kelapa memiliki tujuh lapisan ke dalam dan
tujuh lapisan ke luar. Air sebagai lambang Mahatala, Isi lembutnya lambang
Talatala, isinya lambang tala, lapisan pada isinya lambang Antala, lapisan
isi yang keras lambang sutala, lapisan tipis paling dalam lambang Nitala,
batoknya lambang Patala. Sedangkan lambang Sapta Loka pada kelapa yaitu:
Bulu batok kelapa sebagai lambang Bhur loka, Serat saluran sebagailambang
Bhuvah loka, Serat serabut basah lambang svah loka, Serabut basah lambanag
Maha loka, serabut kering lambang Jnana loka, kulit serat kering lambang
Tapa loka, Kulit kering sebagai lamanag Satya loka Kelapa dikupas
dibersihkan hingga kelihatan batoknya dengan maksud karena Bhuana Agung
sthana Hyang Widhi tentunya harus bersih dari unsur-unsur gejolak indria
yang mengikat dan serabut kelapa adalah lambang pe ngikat indria.
- Telor
Itik; dibungkus dengan ketupat telor, adalah lambang awal kehidupan/
getar-getar kehidupan , lambang Bhuana Alit yang menghuni bumi ini, karena
pada telor terdiri dari tiga lapisan, yaitu Kuning Telor/Sari lambang
Antah karana sarira, Putih Telor lambang Suksma Sarira, dan Kulit telor
adalah lambang Sthula sarira. dipakai telur itik karena itik dianggap
suci, bisa memilih makanan, sangat rukun dan dapat menyesuaikan hidupnya
(di darat, air dan bahkan terbang bila perlu)
- Pisang,
Tebu dan Kojong; adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian
dari ala mini. Idialnya manusia penghuni bumi ini hidup dengan Tri kaya
Parisudhanya. Dalam tetandingan Pisang melambangkan jari, Tebu
belambangkan tulang.
- Buah
Kemiri; adalah sibol Purusa / Kejiwaan / Laki-laki, dari segi warna putih
(ketulusan)
- Buah
kluwek/Pangi; lambang pradhana / kebendaan / perempuan, dari segi warna
merah (kekuatan). Dalam tetandingan melambangkan dagu.
- Gegantusan;
merupakan perpaduan dari isi daratan dan lautan, yang terbuat dari
kacang-kacangan, bumbu-bumbuan, garam dan ikan teri yang dibungkus dengan
kraras/daun pisang tua adalah lambang sad rasa dan lambang kemakmuran.
- Papeselan
yang terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu adalah
lambang Panca Devata; daun duku lambang Isvara, daun manggis lambang
Brahma, daun durian / langsat / ceroring lambang Mahadeva, daun salak /
mangga lambang Visnu, daun nangka atau timbul lamban Siva. Papeselan juga
merupakan lambang kerjasama (Tri Hita Karana).
- Bija
ratus adalah campuran dari 5 jenis biji-bijian, diantaranya; godem (hitam
– wisnu), Jawa (putih – iswara), Jagung Nasi (merah – brahma), Jagung
Biasa (kuning – mahadewa) dan Jali-jali (Brumbun – siwa). kesemuanya itu
dibungkus dengan kraras (daun pisang tua).
- Benang
Tukelan; adalah alat pengikat simbol dari naga Anantabhoga dan naga Basuki
dan naga Taksaka dalam proses pemutaran Mandara Giri di Kserarnava untuk
mendapatkan Tirtha Amertha dan juga simbolis dari penghubung antara
Jivatman yang tidak akan berakhir sampai terjadinya Pralina. Sebelum
Pralina Atman yang berasal dari Paramatman akan terus menerus mengalami
penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai Moksa. Dan semuanya akan
kembali pada Hyang Widhi kalau sudah Pralina. dalam tetandingan
dipergunakan sebagai lambing usus/perut.
- Uang
Kepeng; adalah alat penebus segala kekurangan sebagai sarining manah. uang
juga lambang dari Deva Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk
menciptakan hidup dan sumber kehidupan.
- Sesari;
sebagai labang saripati dari karma atau pekerjaan (Dana Paramitha)
- Sampyan
Payasan; terbuat dari janur dibuat menyerupai segi tiga, lambang dari Tri
Kona; Utpeti, Sthiti dan Pralina.
- Sampyan
pusung; terbuat dari janur dibentuk sehingga menyerupai pusungan rambut,
sesunggunya tujuan akhir manusia adalah Brahman dan pusungan itu simbol
pengerucutan dari indria-indria
Seperti
dijelaskan dalam Lontar Yadnya Pelutaning , Daksina adalah simbol salam
kepada manifestasi Tuhan ( Ida Sanghyang Widhi Wasa ). Daksina juga berarti
buah yadnya. Setelah upacara, daksina disajikan kepada pemimpin upacara untuk
bersyukur. Sebagai simbol manifestasi, Daksina diisi dengan 13 unsur
sebagaimana tercantum di bawah ini.
b. Cara Membuatnya :
1. Masukkan Tetampak ke Bedogan.
tapak dara ke bedogan
tapak dara ke bedogan
2. Masukkan Beras, Silih Asih,
Pangi, Gantusan dan Pesel-peselan ke Bedogan
3. Tempatkan Kelapa di atasnya.
4. Masukkan Adeng, Jinah Bolong,
tingkih dan Tetebusan Benang di Kelapa.
kelapa tingkih Adeng jinah bolong
kelapa tingkih Adeng jinah bolong
5. Terakhir, tempat Canang Sari
di atasnya.
Sekarang Daksina sudah siap di
pakai untuk sarana upacara dan upakara.
Adapun Jenis-jenis Daksina di
maksud adalah sebagai berikut :
- Daksina
kelipatan 1 : daksina alit.
- Daksina
kelipatan 2: daksina pakala-kalaan (Manusa Yajna).
- Daksina
kelipatan 3: daksina krepa (Rsi Yajna).
- Daksina
kelipatan 4: daksina gede/pamogpog (upacara besar).
- Daksina
kelipatan 5: daksina galahan.
c. Mantra
Daksina:
Om Pukulan Dewa Wisnu
Alinggih Aneng sesantun daksina
Guru Dewa asung nugraha
Salwiring pinuja dening ingsun
Wastu Purna Jati
Tan mamiruda ring sariran ingsung
Om Siddhirastu tat astu namah swaha
SumberArtikel: http://blogputrasekarbali.blogspot.com/2010/10/daksina-makna-serta-cara-membuatnya.html#ixzz29KAhhgIW
d.
Siva
Siddhanta Dalam Daksina
Bahwa dalam daksina itu banyak
menggunakan bahan-bahan atau perlengkepan, yang masing-masing memilki makna
tersendiri. Wewakulan ini adalah lamang dari pertiwi. Tampak berbentuk segi
empat sebagai lambang delapan arah mata angin, kelapa lambang bhuana agung, telur lambang Bhuana Alit, Peselan lambang Panca
Dewata, Porosan lambang dari Tri Murti, Gegantusan
Brahma, Visnu, Iswara, Benang tukelan
putih diatas kelapa simbol Tri kona. Dalam Daksina Tampak melambangkan 8 arah mata angina tau 8 dewata, pepeselan yang melambangkan
panca dewata, kemudian porosan melambangkan tri
murti. Bahwa sananya sekte yang ada itu memuja dewa yang berbeda-beda
kemudian di persatukan dengan konsep tri
murti. Maka semua
sekte-sekte yang ada bersatu dengan mengatas namakan Siva Siddhanta. Tanpa menghilangkan tradisi dari masing-masing
setke. Ibaratkan wewakulan sekte Siva
Siddhanta, perlengkapan dalam daksina yang lainnya itu merupakan
sekte-sekte yang lainnya, sehinnga disatukan dalam dalam tempat wewakulan itu
akan memebentuk daksina. Begitu pula sekte-sekte yang lainnya yang disatukan
kedalam Siva Siddhanta.
Mantra
Daksina:
MAKNA
BANTEN SESAYUT DALAM PERSEMBAHYANGAN
3. SESAYUT PASUPATI
Sesayut atau
‘Sayut’ dalam Bahasa Kawi (Jawa Kuno) berasal dari kata ‘asayut’ artinya
menahan, atau menguatkan Banten. Sesayut atau Banten tatebasan kalau disimak
dari arti kata Sesayut, yang berakar dari kata “Sayut” atau nyayut memiliki
arti mengharapkan, mendoakan, mensthanakan dan mengembalikan. Sedangkan
Tatebasan yang berakar dari kata “Tebas” yang memiliki arti sama dengan
Sesayut. Sesayut adalah banten-banten yang bertujuan untuk menguatkan rasa
bhakti sekaligus menyampaikan permohonan kepada Sanghyang Widhi untuk tujuan
tertentu. Setiap upacara yang dilaksanakan oleh umat Hindu akan memakai Banten
Sesayut atau Banten Tatebasan yang berbeda-beda sesuai dengan harapan dan
tujuan upacara yang dilaksanakan, begitu juga dalam upacara Dewa-yadnya akan
memakai Banten Sesayut sesuai dengan Ista Dewata yang akan di sthanakan atau di puja.
Ada
yang disebut dengan Sesayut Pasupati.
Banten sesayut ini digunakan pada saat upacara Tumpek Landep. Umat Hindu merayakan Tumpek Landep yaitu pada Saniscara
Kliwon Wuku Landep. Ida Pedanda Made Gunung pernah menyampaikan, menurut
filosofinya, Tumpek Landep merupakan tonggak penajaman citta, budhi dan manah
(pikiran). Diharapkan, tingkah laku perbuatan umat selalu dilandasi atas
kesucian pikiran sehingga bisa memilah mana yang baik maupun yang buruk. Sebab
dari pikiran kebahagiaan itu datang dan dari pikiran juga kesedihan menggelayut
di hati. Seperti tersurat dalam Sloka 81, Sarasamuscaya, “Pikiran itu sangatlah
labil dan berubah-ubah, apabila seseorang dapat mengendalikan pikirannya,
niscaya ia akan memperoleh surga di dunia dan surga di akhirat”.
Ada yang
istimewa pada hari Tumpek Landep di Bali. Kendaraan sepeda, motor dan mobil
yang lalu-lalang di jalan tampak indah dihiasi caniga, sampyan gantung
dan tamiang. Semua itu merupakan wujud syukur umat atas kecanggihan ilmu
pengetahuan teknologi sehingga bisa mempersingkat waktu dan jarak dengan
diciptakannya alat transportasi tersebut. Demikian juga teknologi lain yang
menggunakan bahan dari besi mendapat perlakuan khusus di hari tersebut. Teknologi canggih ada karena manusia
menggunakan pikiran untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan menghasilkan karya yang
bermanfaat. Terkait dengan hari Tumpek Landep ini umat melakukan pemujaan
kepada Sanghyang Siwa Pasupati yang merupakan dewanya taksu dengan menghaturkan
sesayut pasupati. Setelah memperingati hari Saraswati (turunnya ilmu
pengetahuan) selanjutnya umat memohon pengetahuan tersebut bertuah dan memberi
ketajaman pikiran.
Pada
hari tersebut juga dilakukan upacara pembersihan dan penyucian pusaka leluhur
seperti keris, tombak dan sebagainya sehingga hari Tumpek Landep kerap disebut
oton besi. Motor, mobil, komputer juga diberikan otonan sebagai sarana yang
digunakan setiap hari sehingga bisa memberi kebaikan dan tidak mencelakakan.
Dari semua yang dilaksanakan tersebut, makna mendalam yang ingin diperoleh dari
pelaksanaan upacara ini adalah untuk mengasah pikiran layaknya
perabotan-perabotan yang digunakan tersebut supaya lebih tajam dan berguna
untuk kebaikan. Pikiran yang tajam akan mampu memerangi kebodohan dan menekan
sifat bhutakala dalam diri. Pada hari Tumpek Landep kebahagiaan datang dari
berbagai penjuru sebab pikiran positif yang menaunginya. Tidak hanya umat yang
merayakan mendapatkan berkah di hari suci ini. Setiap orang bisa merasakan
kebahagiaan termasuk yang merayakan merasa lebih percaya diri dengan
mengendarai kendaraan yang lebih bersih dari hari biasanya. Sektor usaha cuci
motor/mobil juga kecipratan rejeki.
Sektor
ekonomi di Bali terus bergulir dengan adanya perayaan-perayaan hari suci agama.
Inilah yang diharapkan, kebahagiaan semua orang. Demikian dengan perayaan
Tumpek Landep ini semoga umat memiliki ketajaman pikiran, bisa memanfaatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk tujuan positif bagi kesejahteraan
masyarakat, kebaikan alam dan meningkatkan rasa syukur atas anugrah-Nya. Jadikan
pikiran sebagai sumber kebahagiaan dengan mengendalikannya. Jadilah joki bagi
kuda-kuda pikiranmu yang mengarahkannya ke arah yang baik. Jangan biarkan
kuda-kuda pikiran yang mengarahkanmu menuju kesengsaraan pikiran.
Seperti
sloka 398, Sarasamuscara, “Karena sesungguhnya pikiranlah yang menyebabkan
kesengsaraan, pikiran itu selalu mengarahkan sang diri untuk tidak pernah
merasa puas akan apapun, pikiran juga yang mengarahkan ucapan dan prilaku
manusia untuk tenggelam dalam lingkaran nafsu dan kesesatan; maka dari itu
hendaklah pikiran itu didamaikan, dan diarahkan menuju kesucian dan kebebasan
dari ego dan nafsu-nafsu sesat”.
Adapun sarana/upakara yang
dibutuhkan dalam Tumpek Landep, yang paling sederhana adalah canang sari, dupa,
dan tirtha pasupati. Yang lebih besar dapat menggunakan upakara Peras, Daksina
atau Pejati. Dan yang lebih besar biasanya dapat dilengkapi dengan jenis
upakara yang tergolong sesayut, yaitu Sesayut Pasupati. Bahan-bahan untuk
membuat sesayut pasupati adalah terdiri dari Tumpeng
barak amusti, kulit tebasan antuk don andong 1 ring ajeng tumpange daksina,
ring bilang samping tumpenge kulit peras medaging tumpeng barak dua, soda
ajengan penek barak 2, tipat kelan, tipat tampulan asiki, sampeyan nagasari
penyeneng peras canang antuk don andong. Maulam ayam biing (barak) jeroan
megoreng wadah taku, takir keruh meserana kacang saur. matah apalet anggen ring
segehan pasupati. Jika dianalisis bahan-bahan pembuatan sesayut pasupati ini
yang lebih banyak menggunakan warna merah, merupakan ciri penghormatan terhadap
Dewa Brahma sehingga demngan ketajaman pikiran yang dimiliki manusia mampu
menciptakan besi-besi yang nantinya bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Sarana yang penting dalam upakara Tumpek Landep ini adalah Tirtha Pasupati. Karena umat
Hindu masih meyakini betapa pentingnya keberadaan tirtha ini. Tirtha Pasupati
biasanya didapat melalui Pandita atau Pinandita melalui tatacara pemujaan
tertentu. Tetapi boleh juga melakukannya sendiri. Cukup menyiapkan sarana
(seuaikan dengan desa-kala-patra). Misalnya dengan sarana canang sari, dupa dan
air (toya anyar), setelah melakukan pembersihan badan (mandi dsb). Letakkan
sarana/ upakara tersebut di pelinggih/ altar/ pelangkiran. Kemudian
melaksanakan asuci laksana (asana, pranayama, karasudhana) dan matur piuning
(permakluman) sedapatnya baik kepada leluhur, para dewa dan Hyang Widhi,
ucapkan mantra berikut ini dengan sikap Deva Pratista atau Amusti Karana sambil
memegang dupa dan bunga.
Mantra
Pasupati:
Om Sanghyang
Pasupati Ang-Ung Mang ya namah svaha
Om Brahma
astra pasupati, Visnu astra pasupati, Siva astra pasupati, Om ya namah svaha
Om Sanghyang
Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati-tumurun maring Sanghyang
Gana, angawe pasupati maha sakti, angawe pasupati maha siddhi, angawe pasupati
maha suci, angawe pangurip maha sakti, angawe pangurip maha siddhi, angawe
pangurip maha suci, angurip sahananing raja karya teka urip, teka urip, teka
urip.
Om Sanghyang
Akasa Pertivi pasupati, angurip……..
Om eka vastu
avighnam svaha
Om
Sang-Bang-Tang-Ang-Ing-Nang-Mang-Sing-Wang-Yang-Ang-Ung-Mang
Om Brahma
pasupati
Om Visnu
Pasupati
Om Siva
sampurna ya namah svaha
Kemudian masukkan bunga ke dalam air yang telah
disiapkan. Dengan demikian maka air tadi sudah menjadi Tirtha Pasupati, dan
siap digunakan untuk mempasupati diri sendiri dan benda-benda lainnya.
Catatan:
·
Titik-titik pada mantra di atas adalah sesuatu yang
mau dipasupati)-dalam hal ini adalah air untuk tirtha pasupati. Dalam hal
tertentu dapat dipakai mempasupati yang lainnya..tergantung kebutuhan
(tapi tetap saya sarankan hanya untuk Dharma, karena jika akan dipakai untuk
hal-hal negatif maka mantra tersebut tidak akan berguna bahkan akan mencederai
yang mengucapkannya)!!
·
Mantra di atas bersumber dari lontar Sulayang Gni Pura
Luhur Lempuyang, koleksi pribadi.
http://mpuprema.blogspot.com/2010/10/banten-tumpek-landep.html
Jadi makna filosofi dari banten Sesayut Pasupati ini
adalah sebagai stana dari Sang Hyang Siva sebagai Pasupati. Juga penyatuan siva
siddhanta terdapat dalam rangkaian banten Tumpek Landep. Ini terlihat dari
bahan-bahan pembuatan sesayut yang identik dengan warna merah (Brahma) juga
dilengkapi dengan tirtha pasupati sebagai simbolis dari Visnu.
Makna Filosofi Banten Ajuman dan
Kristalisasi Sekte-sekte yang ke dalam Sekte Siva Siddhanta, dalam Banten
Ajuman
Banten Ajuman
yang dipakai untuk memuliakan Hyang Widhi (ngajum, menghormat, sujud kepada Hyang Widhi). Soda/ajuman dipakai sarana untuk
memuliakan, mengagungkan Hyang Widhi dan lambang keteguhan/kokoh.
Dan disebut
juga soda (sodaan) dipergunakan tersendiri sebagai persembahan ataupun
melengkapi daksina suci dan lain-lain. Bila ditujukan kehadapan para leluhur,
salah satu peneknya
diisi kunir ataupun dibuat dari nasi kuning, disebut "perangkat atau
perayun" yaitu jajan serta
buah-buahannya di alasi tersendiri, demikian pula lauk pauknya
masing-masingdialasi ceper/ituk-ituk, diatur mengelilingi sebuah penek yang
agak besar. Di atasnya diisisebuah canang pesucian, canang burat wangi
atau yang lain.
1.1 Unsur-unsur
dalam banten Ajuman
1.
Tamas atau Taledan
2.
Buah pisang,
3.
Jajan
4. Lauk-pauk
5. Buah-buahan
6. Dan nasi berbentuk penek (bundar)
2 buah,
7. Rerasmen yang dialasi Tri Kona,
8. Sampyan plaus/petangas/Sampian
Soda
9.
Canang sari/Canang Genten
1.2 Makna
Filosofi Banten Ajuman/Soda
1.2.1 Tamas
atau Taledan
Tamas
atau taledan, tamas lambang cakra (symbol kekosongan yang murni/ananda).
Taledan merupakan lambang catur marga
yaitu empat jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan. (bhakti marga, karma
marga, jnana marga, dan raja marga). Sebagai sarana memuliakan Hyang Widhi
(ngajum).
1.2.2 Buah pisang, Jajan, Dan Buah-buahan
Merupakan persembahan hasil kerja
keras dan rasa syukur kepada Ide Sang Hyang Widhi Wasa, yang telah memberikan
anugrahnnya kepada kita semua. Dan Sebagai
sarana memuliakan Hyang Widhi (ngajum).
1.2.3 Dan nasi berbentuk penek (bundar) 2 buah
Nasi penek
(nasi yang sedimikian rupa tingginya kurang lebih 5 cm), sehingga berbentuk
bundar dan sedikit pipih, adalah lambang dari keteguhan atau kekokohan bhatin dalam mengagungkan
Tuhan, dalam diri manusia adalah simbol Sumsuma dan Pinggala yang menyangga
agar manusia tetap eksis. Bila ditujukan
kehadapan para leluhur, salah satu peneknya diisi kunir ataupun
dibuat dari nasi kuning, yang disebut Ajuman putih kuning.
1.2.4 Rerasmen/lauk-pauk yang dialasi Tri Kona
Yang berisi berupa serondeng atau sesaur, kacang-kacangan, ikan teri, telor, terung,
timun, daun kemangi (kecarum), garam,
dan sambal. Yang merupakan simbol/makan,
dari Bhuana Agung yang diperembahkan. Dan sebagai sarana
memuliakan Hyang Widhi (ngajum).
1.2.5 Sampyan plaus/petangas/Sampian Soda
Sampyan
Plaus/Petangas; dibuat dari janur kemudian dirangkai dengan melipatnya sehingga
berbentuk seperti kipas, memiliki makna simbol bahwa dalam memuja Hyang Widhi
manusia harus menyerahkan diri secara totalitas di pangkuan Hyang Widhi, dan
jangan banyak mengeluh, karunia Hyang Widhi akan turun ketika BhaktaNya telah
siap. Dan dapat
pula diartikan sampyan itu sebagai keteguhan hati. http://www.scribd.com/doc/63565118/Banten
1.2.6 Canang sari/Canang Genten
Canang sari yaitu inti dari pikiran
dan niat yang suci sebagai tanda bhakti/hormat kepada Hyang Widhi ketika ada
kekurangan saat sedang menuntut ilmu kerohanian (lontar Mpu Lutuk Alit). Dan
Canang sari adalah suatu Upakāra /banten yang selalu menyertai atau melengkapi
setiap sesajen/persembahan, segala Upakāra yang dipersiapkan belum disebut
lengkap kalau tidak di lengkapi dengan canang sari.
Foto Banten Ajuman
1.3 Kristlisasi
Sekte-sekte ke dalam Sekte Siva Siddhanta dalam Banten Ajuman
Dari makna filosofi masing-masing unsur yang ada pada
banten Ajuman atau Soda, bahwa semua unsur-unsurnya bermakna pemujaan kepada
Ida Sang Hyang Widdhi Wasa. Yang mulai dari unsur Bhuana Alit sampai Unsur
Bhuana Agung, di persembahkan secara tulus iklas. Dan dari makna-makna yang
terdapat itu, bahwasanya semua sekte-sekte yang ada telah luluh menyatu dengan
sekte siva siddhanta.
Banten
Peras – Cara Membuat beserta Makna
Banten
Peras ini boleh
dikatakan tidak pernah dipergunakan tersendiri, tetapi menyertai banten-banten
yang lain seperti: daksina, suci, tulang-sesayut dan lain-lainnya. Dalam
beberapa hal, pada alasnya dilengkapi dengan sedikit beras dan benang putih.
Untuk menunjukkan upacara telah selesai, maka seseorang (umumnya pimpinan
upacara) akan menarik lekukan pada "kulit-peras", dan menaburkan
beras yang ada dibawahnya. Pada Lontar
Yajna-prakerti disebut bahwa peras melambangkan Hyang Tri Guna-Sakti.
Kiranya
kata "Peras" dapat
diartikan "sah" atau resmi, seperti kata: "meras anak"
mengesahkan anak, "Banten pemerasan", yang dimaksud adalah sesajen
untuk mengesahkan anak/cucu; dan bila suatu kumpulan sesajen tidak dilengkapi
dengan peras, akan dikatakan penyelenggaraan upacaranya "tan
perasida", yang dapat diartikan "tidak sah", oleh karena itu
banten peras selalu menyertai sesajen-sesajen yang lain terutama yang mempunyai
tujuan-tujuan tertentu. Pada prinsipnya memiliki fungsi sebagai permohonan agar
semua kegiatan tersebut sukses (prasidha).
Yang menjadi unsur-unsur Peras, yaitu:
- Alasnya Tamas/ taledan/ Ceper; Tamas lambang Cakra atau
perputaran hidup atau Vindu (simbol kekosongan yang murni/ananda). Ceper/
Aledan; lambang Catur marga (Bhakti, Karma, Jnana, Raja Marga)
- kemudian
disusun di atasnya Beras
(makanan pokok – sifat rajah), Uang
Kepeng/recehan (untuk mencari segala kesenangan – sifat tamas), benang (kesucian dan alat pengikat
– sifat satwam) merupakan lambang bahwa untuk mendapatkan keberhasilan
diperlukan persiapan yaitu: pikiran yang benar, ucapan yang benar, pandangan
yang benar, pendengaran yang benar, dan tujuan yang benar.
- Dua buah tumpeng (simbol rwa bhineda – baik
buruk); lambang kristalisasi dari duniawi menuju rohani, mengapa dua
tumpeng karena sesungguhnya untuk dapat menghasilkan sebuah ciptaan maka
kekuatan Purusa dan Pradhana (kejiwaan/laki-laki dengan
kebendaan/perempuan) harus disatuakan baru bisa berhasil (Prasidha),
tumpeng adalah lambang keuletan orang dalam meniadakan unsur-unsur
materialis, ego dalam hidupnya sehingga dapat sukses menuju kepada Tuhan.
- Base tampel/porosan (poros – pusat) yang merupakan
lambang tri murti
- Kojong Ragkat, tempat rerasmen/lauk pauk;
memiliki makna jika ingin mendapatkan keberhasilan harus dapat memadukan
semua potensi dalam diri (pikiran, ucapan, tenaga dan hati nurani)
- Diisi
buah-buahan, pisang, kue secukupnya – persembahan sebagai hasil kerja
kita.
- Sampyan peras; terbuat dari empat potong
janur dibentuk menyerupai parabola di atasnya, merupakan lambang dari
kesiapan diri kita dalam menerima intuisi, inisiasi, waranugraha dari
Hyang Widhi yang nantinya akan kita pakai untuk melaksanakan Dharma.
- Canang sari – inti dari segala yadnya,
merupakan simbol dari Ida Sang Hyang Widhi
Mantra
Peras:
Panca wara bhawat Brahma
Wisnu sapta warewa ca
Sad wara Iswara dewas ca
Asta wara Siwo jneyah
Omkara mukayote sarwa pras-pras
Parisuddha ya namah swaha
1 komentar:
suksma sangat membantu sekali
Posting Komentar